“Melalui Gelap menuju ke penerangan, melalui angin besar
menuju ke kediaman, melalui perang menuju ke kemenangan, melalui susah menujun
kesenangan”.
Itulalah kata-kata Kartini di dalam beliau ber-ikhtIar dalam menjunjung derajat kaum
wanita bangsa Indonesia, Kartini banyak bertukar fikiran kepada tuan Abendanon orang
yang pernah datang ke Jepara untuk berdiskusi dengan Kartini selain dengan tuan
Abendanon Kartini pun berkirim surat dengan orang-orang yang dianggap bisa memuluskan
cita- citanya. Apa tujuan Kartini melakukan hal ini?, tak lain seperti apa yang
dikutip “Fadjar Asia 23 April 1929”
Ialah :
1.Beliau ingin agar supaya kaum istri bisa
mendapat kesempatan pendidikan
dan meninggikan dasar-dasar kaum istri yang seluas-luasnya, agar supaya kelak
dengan mudah Ia menjalankan kewajibannya sebagai ibu dari anak-anaknya.
2. Beliau
ingin supaya kaum istri diberi kesempatan untuk membuka mulutnya diwaktu hendak
dikawinkan, pendek kata agar supaya kawin paksa itu dihapuskan.
3. Agar kaum wanita diberikan kebebasan
berkumpul.
Surat-suratnya
dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk buku, buku tersebut diberi judul “Habis
Gelap Terbitlah Terang”
Tanggal
kelahiran Kartini (21 April 1879) adalah
diperingatinya “Hari Kartini” dan sekaligus sebagai saat yang tepat untuk
mengkampayekan EMANSIPASI wanita, semoga emansipasi wanita ini dapat
terwujud seperti apa yang dicita-citakan Kartini tersebut, yaitu emasipasi yang
tidak melupakan tugas wanita sebagai wanita, karena hidup ini bagaikan struktur
organisasi dimana setiap bidang memiliki tugas-tugas masing-masing, wanita dan
laki-laki memiliki tugas masing-masing jika tugas-tugas itu dibalik justru akan
membawa kehancuran.
Maka wajar jika surat-surat Kartini banyak yang
bernafaskan Islam “Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa
masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya.
Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah
Ibu menyangkal bahwa dibalik... sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat
banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?” (Surat Kartini
kepada Abendanon 27 Oktober 1902).
Astaghfirullah, alangkah jauhnya saya menyimpang (Surat
Kartini kepada Ny. Abendanon 5 Maret 1902).
“Ingin benar saya menggunakan gelar
tertinggi, yaitu Hamba Allah”. (Surat Kartini ke Ny. Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903).
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
“Kami disini
memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-sekali
karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki
dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar
sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibanya, kewajiban
yang di serahkan alam sendiri kepada tangannya, menjadi ibu, pendidik manusia yang
pertama-tama (Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902).
Mungkin
ayat -ayat Allah ini lebih
memperjelas dari pada surat Kartini di atas tentang kesetaraan pendidikan wanita
dan tugas wanita
sebagai hamba Allah
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. ( QS.alhujarat : 13)
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunIakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.
(karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan
dan bagi para wanita (pun) ada Bahagian dari apa yang mereka usahakan dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.(33:35)
Boleh wanita
menjadi pendidik masyarakat tapi jangan lupa mendidik anaknya sendiri, boleh
wanita menjadi pengusaha tapi jangan lupa rumah tangga, ada sebuah kisah yang
sudah lama tersebar di media sosial online semoga kisah ini bisa memberi inspirasi bagi kita.
Dewi (bukan
nama sebenarnya) adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme
yang tinggi, sejak masuk kampus sikap dan konsepnya sudah jelas meraih yang terbaik dibidang akademis maupun profesi yang
akan Ia geluti ''Why not to be the best?'', begitu ucapan yang kerap kali
terdengar dari dan ketika kampus mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional
di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat
pendamping hidup yang ''selevel'' sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut
lahir ketika Dewi diangkat manjadi
staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah
kebahagiaan mereka.
Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin
menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari Ia terbang dari satu kota ke kota lain dan
dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah
bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal
oleh ibundanya?", Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi
segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry
Everything is under control kok !" begitulah selalu
ucapannya, penuh percaya diri.
Ucapannya itu memang betul-betul Ia
buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara
profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal
Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu
tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.
Kakek-neneknya
selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa
hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat
terbang. "Contohlah ayah-bundamu Bayu,
kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda". Begitu selalu nenek Bayu,
berpesan diakhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau
Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila Ia
merasa kesepian. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya
kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk
menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau memahami
orang tuanya.
Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang
anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu,
tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski
kedua orangtuanya kerap pulang larut, Ia
jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya, Bayu selalu
menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat
kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya
super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. DaIam-daIam,
saya jadi sangat iri
pada keluarga ini.
Suatu hari, menjelang Dewi berangkat
ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan
oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya, "Bunda"
aku ingin mandi sama bunda... please... please bunda", pinta Bayu dengan
mengiba-iba penuh harap.
Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya
sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan
anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan
dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau
mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau
menurutinya, meski wajahnya cemberut.
Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan.
"Bunda, mandikan aku!". Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja...?" kian
lama suara Bayu semakin penuh tekanan, tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu
karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa mandi bersama mba’nya
Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, "Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency".
Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan
kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta,
Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang... terlambat, sudah... Tuhan
sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang, oleh
Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah,
satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah
bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut Ia
untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika Ia tidak sedang ada
urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi
akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.
Ditengah para
tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata "Ini Bunda Nak...., Hari ini
Bunda mandikan Bayu ya... sayang....! akhirnya Bunda
penuhi juga janji Bunda ya Nak..". Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada didekatnya
tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya,
sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil,
para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi
pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya,
"inikan sudah takdir, ya kan..!"
Sama saja, aku disebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah
saatnya dipanggil, ya dia pergi juga, iya
kan?". Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja.
Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya Ia
juga tidak perlu hiburan
dari orang lain.
Sementara di sebelah kanannya, suaminya berdiri
mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak
kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.
Sambil
menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, "inilah konsekuensi sebuah pilihan!" lanjut Dewi, tetap mencoba
untuk tegar dan kuat.
Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang
menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak
lama setelah itu tanpa diduga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara
anaknya sambil berteriak-teriak
histeris. "Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!,
ampuni bundamu ya nak...? serunya berulang-ulang
sambil membenturkan kepalanya ke tanah dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri
tanah pusara putra tercintanya
yang kini telah pergi untuk selama-lamanya. Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini
saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.
Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris
"Bangunlah Bayu sayaaangku.... Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak.....?!?" pintanya
berulang-ulang, "Bunda mau mandikankamu sayang.... Tolong Beri kesempatan
Bunda sekali saja Nak.... Sekali ini saja, Bayu.. anakku...?" Dewi merintih
mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu Ia peluki dan ciumi
pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir
semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad
Bayu.
Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin
tercium kuat manusuk hidung
membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan
peristiwa yang menyayat hati ini... tapi apa
hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudIan tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan
oleh orang tuanya karena mereka merasa
bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari hanya sekedar memandikan seorang
anak.
Hem... mudah-mudahan kisah ini dapat menjadi nasehat
untuk kita semua, thanks untuk mbak Immatuzzahra
dan mbk Meyda Safira yang menginspirasi untuk penulisan materi ini , karena isi
blog dan halaman FB nya yang cukup
inspiratif dan informatif.
Dan juga
dengan menulis ini saya dapat bernostalgia dengan surat
kabar nan jauh diujung lalu yaitu Fadjar Asia, yang saya jadikan Referensi.
“By : Daffa Al
Fath ( muwwahmedia)”
0 komentar:
Post a Comment