RINGKASAN CARA PELAKSANAAN JENAZAH
Oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Bagian Kedua dari Lima Tulisan [1/5]
sumber http://www.almanhaj.or.id
Oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Bagian Kedua dari Lima Tulisan [1/5]
sumber http://www.almanhaj.or.id
[Tulisan ini hanya ringkasan dan tidak memuat dalil-dalil semua permasalahan secara terperinci. Maka barangsiapa di antara pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalil setiap pembahasan dipersilahkan membaca kitab aslinya "Ahkaamul Janaaiz wa Bida'uhaa" karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah]
I. PADA SAAT SAKIT
[1] Orang yang sakit wajib menerima qadha (ketentuan) Allah, bersabar menghadapi serta berbaik sangka kepada Allah, semua ini baik baginya.
[2] Ia harus mempunyai perasaan takut serta harapan, yaitu takut akan siksaan Allah karena adanya dosa-dosa yang telah ia lakukan, serta harapan akan rahmat Allah.
[3] Bagaimana parahnya penyakitnya, ia tidak boleh mengangan-angan kematian, kalaupun terpaksa, maka hendaknya ia berdoa : -Allahumma ahyanii maa kanati al-hayatu khairan lii wa tawaffaniy idzaa kanati al-wafaatu khairan lii”Artinya : Ya Allah hidupkanlah akau jika kehidupan lebih baik bagiku, matiknalah aku jika kematian lebih baik bagiku”
[4] Jika ia mempunyai kewajiban yang menyangkut hak orang lain, hendaknya menyelesaikan secepat mungkin. Jika tidak mampu hendaknya berwasiat untuk penyelesaiannya.
[5] Ia harus bersegera berwasiatII MENJELANG MATI
[1] Menjelang mati, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :
a.Mentalqin (menuntun) mengucapkan -Laa Ilaha Illal-llah- “Artinya: Tiada yang berhak disembah selain Allah”
b.b. Mendo’akan
c. Mengucapkan perkataan yang baik.[2] Adapun membacakan surat Yaa sin di sisi orang yang meninggal atau menghadapkan ke kiblat maka amalan tersebut tidak ada dalilnya.
[3] Seorang muslim boleh menghadiri kematian orang non-muslim untuk menganjurkan kepadanya supaya masuk Islam (sebelum meninggal dunia).
III KETIKA MENINGGAL DUNIA[1] Orang yang sakit wajib menerima qadha (ketentuan) Allah, bersabar menghadapi serta berbaik sangka kepada Allah, semua ini baik baginya.
[2] Ia harus mempunyai perasaan takut serta harapan, yaitu takut akan siksaan Allah karena adanya dosa-dosa yang telah ia lakukan, serta harapan akan rahmat Allah.
[3] Bagaimana parahnya penyakitnya, ia tidak boleh mengangan-angan kematian, kalaupun terpaksa, maka hendaknya ia berdoa : -Allahumma ahyanii maa kanati al-hayatu khairan lii wa tawaffaniy idzaa kanati al-wafaatu khairan lii”Artinya : Ya Allah hidupkanlah akau jika kehidupan lebih baik bagiku, matiknalah aku jika kematian lebih baik bagiku”
[4] Jika ia mempunyai kewajiban yang menyangkut hak orang lain, hendaknya menyelesaikan secepat mungkin. Jika tidak mampu hendaknya berwasiat untuk penyelesaiannya.
[5] Ia harus bersegera berwasiatII MENJELANG MATI
[1] Menjelang mati, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :
a.Mentalqin (menuntun) mengucapkan -Laa Ilaha Illal-llah- “Artinya: Tiada yang berhak disembah selain Allah”
b.b. Mendo’akan
c. Mengucapkan perkataan yang baik.[2] Adapun membacakan surat Yaa sin di sisi orang yang meninggal atau menghadapkan ke kiblat maka amalan tersebut tidak ada dalilnya.
[3] Seorang muslim boleh menghadiri kematian orang non-muslim untuk menganjurkan kepadanya supaya masuk Islam (sebelum meninggal dunia).
Jika sudah meninggal dunia maka orang-orang yang ada disekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :
[1] Memejamkan mata mayyit
[2] Mendo’akan
[3] Menutupnya dengan kain yang meliputi semua anggota tubuhnya. Tapi jika yang meninggal sedang melakukan ihram, maka kepala dan wajahnya tidak ditutupi
[4] Bersegera menyelenggarakan jenazahnya setelah yakin bahwa ia sudah betul-betul meninggal
[5] Menguburkan di kampung tempat ia meninggal, tidak memindahkan ke daerah lain kecuali dalam kondisi darurat. Karena memindahkan mayat ke daerah lain berarti menyalahi perintah mempercepat pelaksanaan jenazah.
[6] Bersegera menyelesaikan utang-utangnya semuanya dari harta si mayyit sendiri, mekipun sampai habis hartanya, maka negaralah yang menutupi utang-utangnya setelah ia sendiri sudah berusaha membayarnya. Jika negara tidak melakukan hal itu dan ada yang berbaik budi melunasinya, maka hal itu dibolehkan.
IV YANG BOLEH DILAKUKAN PARA KERABATNYA DAN ORANG LAIN
[1] Boleh membuka wajah mayyit dan menciumnya, menangisi –tanpa ratapan- dalam kurung tiga hari.
[2] Tatkala berita kematian sampai kepada kerabat mayyit, mereka harus:
[a] Bersabar serta redha akan ketentuan Allah
[b] Beristirjaa’ yaitu membaca : -Inna Lillahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun- “Artinya : Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita akan kembal”
[3] Tidaklah menyalahi kesabaran jika ada wanita yang tidak berhias sama sekali asal tidak melebihi tiga hari setelah meninggalnya ayahnya atau selain ayahnya. Kecuali jika yang meninggal adalah suaminya, maka ia tidak berhias selama empat bulan sepuluh hari, karena hal ini ada dalilnya.
[4] Jika yang meninggal selain suaminya, maka lebih afdhal jika tidak meninggalkan perhiasannya untuk meredlakan/menyenangkan suaminya serta memuaskannya. Dan diharapkan adanya kebaikan di balik itu.
V. HAL-HAL YANG TERLARANG
Rasulullah telah melarang/mengharamkan hal yang selalu dilakukan oleh banyak orang disaat ada yang meninggal, hal-hal yang dilarang tersebut wajib diketahui untuk dihindari, di antaranya :
[1] Meratap, yaitu menangis berlebih-lebihan, berteriak, memukul wajah, merobek-robek kantong pakaian dan lain-lain.
[2] Mengacak-acak rambut
[3] Laki-laki memperpanjang jenggot selama beberapa hari sebagai selama beberapa hari sebagai tanda duka atas kematian seseorang. Jika duka sudah berlalu maka mereka kembali mencukur jenggot lagi.
[4] Mengumumkan kematian lewat menara-menara atau tempat lain, karena cara mengumumkan yang seperti itu terlarang dan syariat.
VI CARA MENGUMUMKAN KEMATIAN YANG DIBOLEHKAN
[1] Boleh menyampaikan berita kematian tanpa menempuh cara-cara yang diamalkan pada zaman jahiliyah dahulu. Bahkan terkadang menyampaikan berita kematian hukumnya menjadi wajib jika tidak ada yang memandikannya, mengkafani, menshalati dan lain-lain.
[2] Bagi yang menyampaikan berita kematian dibolehkan meminta kepada orang lain supaya mendo’akan mayyit, karena hal ini ada landasannya di dalam sunnah
VII TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH
Telah sah pejelasan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah (kematian/akhir hidup yang baik). Jika seseorang meinggal dunia dengan mengalami salah satu di antara tanda-tanda itu maka itu merupakan kabar gembira.
[1] Mengucapkan syahadat di saat meninggal
[2] Mati dengan berkeringat pada dahi
[3] Mati pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at
[4] Mati Syahid di medan jihad
[5] Mati terkena penyakit thaa’uun
[6] Mati terkena penyakit perut
[7] Mati tenggelam
[8] Mati terkena reruntuhan
[9] Mati seorang wanita hamil karenan janinnya
[10] Mati terkena penyakit paru
[11] Mati membela agama atau diri
[12] Mati membela/mempertahankan harta yang akan dirampok
[13] Mati dalam keterikatan dengan jalan Allah
[14] Mati dalam suatu amalan shalih
[15] Mati terbakar
VIII PUJIAN ORANG TERHADAP MAYYIT
[1] Pujian baik terhadap mayyit dari sekelompok orang-orang muslim yang benar-benar, paling kurang dua orang di antara tetangga-tetangganya yang arif, shalih dan berilmu dapat menjadi penyebab masuknya mayyit ke dalam surga.
[2] Jika kematian seseorang bertetapan dengan gerhana matahari atau bulan, maka hal itu tidak menunjukkan sesuatu. Sedangkan anggapan bahwa hal itu merupakan tanda-tanda kemualian si mayyit adalah khurafat jahiliyah yang bathil
IX MEMANDIKAN MAYYIT
[1] Jika sudah meninggal, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus segera memandikannya.
[2] Dalam memandikan mayyit, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut
a. Memandikan tiga kali atau lebih, sesuai dengan yang dibutuhkan
b. Memandikan dengan jumlah ganjil
c. Mencampur sebagian dengan sidr, atau yang bisa menggantikan fungsinya seperti sabun
d. Mencampur mandi terakhir dengan wangi-wangian seperti kapur barus / kamper dan ini lebih afdhal. (terkecuali jika yang meninggal sedang melakukan ihram maka tidak boleh diberi wangi-wangian)
e. Ikatan rambut harus dibuka, lalu rambut dicuci dengan baik.
f. Menyisir rambut
g. Mengikat mejadi tiga bagian untuk rambut wanita, lalu mebentangkan ke belakangnya
h. Memulai memandikan dari bagian kanannya dan anggota wudhunya dan anggota wudhunya
i. Laki-laki dimandikan oleh laki-laki juga, dan wanita dimandikan oleh wanita juga. (Terkecuali bagi suami-istri, boleh saling memandikan, karena ada dalil sunnah yang memperkuat amalan ini)
j. Memandikan dengan potongan-potongan kain dalam keadaan terbuka dengan kain di atas tubuhnya setelah membuka semua pakaiannya
k. Yang memandikan mayyit adalah orang yang lebih mengetahui cara penyelenggaraan mayat/jenazah sesuai dengan sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, lebih-lebih jika termasuk kerabat keluarga mayyit.
[3] Yang memandikan mayyit akan mendapatkan pahala yang besar jika memenuhi dua syarat berikut.
a. Menutupi kekurangan yang ia dapati dari mayyit dan tidak menceritakan kepada orang lain
b. Ikhlas karena Allah semata dalam mejalankan urusan jenazah tanpa mengharapkan pamrih dan terima kasih serta tanpa tujuan-tujuan duniawi. Karena Allah tidak menerima amalan akhirat tanpa keikhlasan semata-mata kepada-Nya.
[4] Danjurkan bagi yang memandikan jenazah supaya mandi. (Tidak diwajibkan).
[5] Tidak disyariatkan memandikan orang yang mati syahid di medan perang, meskipun ia gugur dalam keadaan junub.
X MENGKAFANI MAYYIT
[1] Setelah selesai memandikan mayat, maka wajib dikafani.
[2] Kain kafan serta biayanya diambil dari harta si mayyit sendiri, meskipun hartanya sampai habis, tidak ada yang tertinggal lagi.
[3] Seharusnya kain kafan menutupi semua anggota tubuhnya.
[4] Jika seandainya kain kafan tidak mencukupi semua tubuhnya, maka diutamakan menutupi kepalanya sampai ke sebagian tubuhnya, adapun yang masih terbuka maka ditutupi dengan daun-daunan yang wangi. (Hal yang seperti ini jarang terjadi paza zaman kita sekarang ini, tetapi ini adalah hukum syar’i).
[5] Jika kain kafan kurang, sementara jumlah mayat banyak, maka boleh mengkafani mereka secara massal dalam satu kafan, yaitu dengan cara mebagi-bagi jumlah tertentu di kalangan mereka dengan mendahulukan orang-orang yang lebih banyak mengetahui dan menghafal Al-Qur’an ke arah kiblat
[6] Tidak boleh membuka pakaian orang yang mati syahid yang dipakainya sewaktu mati, ia dikuburkan dengan pakaian yang dipakai syahid.
[7] Dianjurkan mengkafani orang yang mati syahid dengan selembar kain kafan atau lebih di atas pakaian yang sedang di pakai
[8] Orang yang mati dalam keadaan berihram dikafani dengan kedua pakaian ihram yang sedang dipakainya
[9] Hal-hal yang dianjurkan dalam pemakaian kain kafan :
a. Warna putih
b. Menyiapkan tiga lembar
c. Satu diantaranya bergaris-garis (Ini tidak bertentangan dengan bagian (a) karena dua hal : – Pada umumnya kain putih bergaris-garis putih, – Di antara ketiga lembar kafan tadi, satu yang bergaris-garis sedangkan yang lainnya putih
d. Memberikan wangi-wangian tiga kali.
[10] Tidak boleh berfoya-foya dalam pemakain kain kafan, dan tidak boleh lebih dari tiga lembar, karena hal itu menyalahi cara kafan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan terlebih lagi perbuatan itu dianggap menyia-nyiakan harta
[11] Dalam cara mengkafani tadi, mengkafani wanita sama caranya dengan mengkafani pria karena tidak adanya dalil yang menjelaskan perbedaan itu.
XI MEMBAWA JENAZAH SERTA MENGANTARNYA
[1] Wajib membawa jenazah dan mengantarnya, karena hal itu adalah hak seorang muslim yang mati terhadap kaum muslimin yang lain.
[2] Mengikuti jenazah ada dua tahap :
a. Mengikuti dari keluarganya sampai dishalati
b. Mengikuti dari keluarganya sampai selesai penguburannya, dan inilah yang lebih utama
[3] Mengikuti jenazah hanya dibolehkan bagi laki-laki, tidak dibolehkan bagi wanita, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita mengikuti jenazah.
[4] Tidak dibolehkan mengikuti jenazah dengan cara-cara sambil menangis, begitu pula membawa wangi-wangian dan sebagainya. (Termasuk dalam kategori ini amalan orang awam sambil membaca : “Wahhiduul -Ilaaha” atau jenis dzikir-dzikir lainnya yang dibuat-buat.
[5] Harus cepat-cepat dalam membawa jenazah dalam arti tidak berlari-lari.
[6] Boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya (ini yang lebih afdhal), boleh juga di samping kanannya atau kirinya dengan posisi dekat dengan jenazah, kecuali yang berkendaraan maka mengikuti dari belakang. (Perlu diketahui bahwa berjalan lebih afdhal dari pada berkendaraan).
[7] Boleh pulang berkendaraan setelah menguburkan mayat, tida makruh.
[8] Adapun membawa jenazah di atas kereta khusus atau mobil ambulance, kemudian orang-orang yang mengantarnya juga memakai mobil, maka hal ini termasuk tidak disyari’atkan, karena ini adalah kebiasaan orang-orang kafir, serta menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam pengantaran jenazah yaitu mengingat-ingat akhirat, lebih-lebih lagi karena hal itu menjadi penyebab terkuat berkurangnya pengantar jenazah dan hilang kesempatan orang-orang yang ingin mendapatkan pahala. (Kecuali dalam keadaan darurat maka boleh memakai mobil).
[9] Berdiri untuk menghormati jenazah hukumnya mansukh (dihapuskan), oleh karena itu tidak boleh lagi diamalkan.
[10] Dianjurkan bagi yang membawa jenazah supaya berwudhu, tapi ini tidak wajib.
[Disalin dari kitab Muhtasar Kiatab Ahkaamul Janaaiz wa Bid'auha, karya
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, diringkas oleh Syaikh Ali Hasan
Ali
Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri Komaruddin]
0 komentar:
Post a Comment