http://picasion.com/

Istri-Istri Rasul

Istri-Istri Rasulullah
Rumah tangga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebelum hijrah berada di kota Mekkah, anggotanya terdiri dari beliau sendiri dan istri beliau, 1.Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu 'anha. Beliau menikahinya pada saat beliau berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah radhiyallahu 'anha berumur 40 tahun. Ia adalah wanita yang pertama dinikahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan beliau tidak pernah memadunya. Dari Khadijah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dikaruniai beberapa anak laki-laki dan perempuan. Adapun yang laki-laki tidak satupun yang hidup sedangkan yang perempuan adalah; Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah radhiyallahu 'anhunna. Zainab radhiyallahu 'anha dinikahi oleh anak bibinya (bibi dari ibunya) yaitu al-'Ash bin Rabi', Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiyallahu'anhuma keduanya dinikahi oleh Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu satu demi satu (maksudnya setelah yang satu meninggal maka Utsman menikahi yang satunya), dan Fathimah radhiyallahu 'anha dinikahi oleh 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pada waktu antara perang Badar dan perang Uhud. Dari Fathimah radhiyallahu 'anha lahir al-Hasan, al-Husain, Zainab dan Ummu Kultsum radhiyallahu'anhum.
Sebagaimana telah diketahui bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diistimewakan dari ummatnya dengan dihalalkan baginya untuk menikah lebih dari empat istri dengan berbagai tujuan (hikmah). Jumlah wanita yang dinikahi beliau shallallahu 'alaihi wasallam ada tiga belas (13) orang, sembilan di antaranya ditinggal wafat oleh beliau, dua yang lainnya meninggal dunia sewaktu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih hidup, yaitu Khadijah radhiyallahu 'anha dan Zainab binti Khuzaimah radhiyallahu'anha, yang lebih dikenal dengan panggilan Ummu Masakin, dan dua istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang lainnya belum pernah digauli oleh beliau. Berikut nama-nama mereka dan sadikit pemgetahuan tentang mereka:
2.Saudah binti Zam'ah radhiyallahu 'anha , dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Syawwal tahun 10 dari kenabian, beberapa hari setelah meninggalnya Khadijah radhiyallahu 'anha. Sebelumnya ia dinikahi oleh anak pamannya bernama Sakran bin'Amr yang meninggal sewaktu masih bersamanya.
3.'Aisyah bin Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhuma, dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Syawwal tahun 11 kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah radhiyallahu 'anha, yakni dua tahun lima bulan sebelum hijriyah.
Pada waktu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menikahinya, ia berumur 6 tahun dan digauli pada bulan Syawwal tujuh bulan setelah hijrah ke Madinah di mana pada saat itu telah berusia 9 tahun. 'Aisyah radhiyallahu 'anha adalah satu-satunya gadis perawan yang dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dia adalah orang yang paling beliau cintai dan merupakan wanita yang paling faqih (paham tentang agama) dan paling berilmu di antara wanita-wanita ummat Islam.
4.Hafshah binti 'Umar radhiyallahu'anhuma, ia ditinggal mati suaminya yaitu Khumais bin Hudzafah as-Sahmi pada waktu perang antara (peperangan) Badar dan Uhud. Kemudian dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada tahun ketiga hijriyah.
5.Zainab binti Khuzaimah radhiyallahu 'anha (keturunan) dari bani Hilal bin Amir bin Sha'sha'ah. Ia dijuluki dengan Ummu Masakin (ibunya orang-orang miskin) karena kemurahan dan rasa kasih sayangnya terhadap orang-orang miskin. Sebelumnya, ia dinikahi oleh Abdullah bin Jahsy yang mati syahid pada perang Uhud, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menikahinya pada tahun keempat hiriyah, dua atau tiga bulan setelah pernikahan ini ia meninggal dunia
6.Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah, yang sebelumnya dinikahi oleh Abu Salamah yang meninggal dunia pada bulan Jumadil Akhir, tahun 4 hijriyah. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menikahinya pada bulan Syawwal tahun itu juga.
7.Zainab binti Jahsy bin Rayyab (keturunan) bani As'ad bin Khuzaimah radhiyallahu 'anha. Ia adalah anak paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sebelumnya, ia dinikahi oleh Zaid bin Haritsah radhiyallahu 'anhu, yang pernah menjadi anak angkat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, setelah itu Zaid radhiyallahu 'anhu menceraikannya dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam menikahinya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya, yang ditujukkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

???????? ????? ?????? ???????? ??????? ??????????????? {37}
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia" (QS. Al-Ahzab: 37)
Telah turun tentag Zaid radhiyallahu 'anhu beberapa ayat dalam surat al-Ahzab yang telah menjelaskan secara terperinci masalah anak angkat,permasalahan tersebut akan dibahas nanti. Ia dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Dzul Qa'dah tahun kelima hijriyah.
8.Juwairiyah binti al-Harits penghulu bani al-Mushthaliq dari (kabilah) Khuza'ah. Sebelumnya ia adalah tawanan yang berasal dari bani Mushthaliq, ia dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syammas radhiyallahu 'anhu. Kemudian Tsabit mengadakan mukatabah (perjanjiajian untuk memerdekakannya dengan tebusan) dengannya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang memenuhi seluruh tebusan kemerdekaannya (kebebasannya) lalu menikahinya pada tahun keenam hijriyah
9.Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan radhiyallahu 'anha, yang sebelumnya dinikahi 'Ubaidillah bin Jahsy dan bersamanya ia hijrah ke Habasyah, akan tetapi 'Ubaidillah murtad karena masuk agama Nashrani dan mati di sana. Adapun Ummu Habibah radhiyallahu 'anha, ia masih tetap dalam agamanya dan hijrahnya, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus 'Amr bin Umayyah adh-Dhamri untuk mengirim suratnya kepada raja an-Najasyi pada bulan Muharram tahun 7 hijriyah, baliau melamarnya kepada an-Najasyi dan selanjutnya an-Najasyi menikahkannya dengan beliau shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau mengutus Syarahbil bin Hasanah radhiyallahu 'anhu untukmembawanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
10.Shafiyah binti Huyay bin Akhthabadalah dari keturunan bani Israil, sebelumnya ia menjadi tawanan dalam perang Khaibar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memilih dirinya untuk diri beliau, kemudian beliau memerdekakannya dan menikahinya setelah penaklukan Khaibar tahun ke 7 hijriyah.
11.Maimunah biti al-Harits radhiyallahu 'anha, saudara perempuan Ummu Fadhl Lubabah binti al-Harits, ia dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Dzul Qa'dah tahun ketujuh hijriyah, pada saat menunaikan qadha' umrah, setelah tahallul sesuai pendapat yang shahih.
Sebelas wanita yang mulia tersebut adalah wanita-wanita yang telah dinikahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau telah menggaulinya. Dua di antaranya, yaitu Khadijah dan Zainab Ummul Masakin meninggal dunia sewaktu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih hidup, dan sembilan yang lainnya ditinggal wafat oleh beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
Adapun dua istri yang belum dicampurinya/digaulinya, yang satu berasal dari bani Kilab dan yang satunya lagi dari Kindah yang dikenal dengan Jauniyah, dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat yang tidak perlu untuk disebutkan.
Sedangkan dari kalangan budak, sebagaimana yang sudah diketahui bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam telah mengambil dua budak wanita, salah satunya adalah Maria al-Qibthiyah hadiah dari al-Muqauqis, ia melahirkan anak laki-laki bernama Ibrahim yang meninggal sewaktu masih kecil di Madinah pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih hidup, tepatnya pada tanggal 27 januari 632 masehi.
Budak yang kedua adalah Raihanah binti Zaid an-Nadhriyah. Sebelumnya ia adalah salah satu tawanan bani Quraizhah, kemudian ia dipilih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk dirir beliau. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah salah satu istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, di mana beliau memerdekakannyakemudian menikahinya. Pendapat yang pertama dinilai lebih kuat oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. Abu 'Ubaidah menambahkan dua lagi, yaitu Jamilah yang didapatnya di antara tawanan dan seorang hamba sahaya yang diberikan Zainab binti Jahsy kepadanya (Zaasul Ma'ad )  


Barangsiapa yang memperhatikan kehidupan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia akan mengetahui benar bahwa jumlah istrinya yang sebanyak itu adalah pada masa-masa akhir dari umurnya setelah beliau menghabiskan keindahan masa mudanya yang hampir 30 tahun dan hari-harinya yang paling indah terfokus pada satu istri yang sudah hampir menjadi wanita tua, yaitu bersama Khadijah radhiyallahu 'anha kemudian Saudah radhiyallahu 'anha. Dan niscaya ia akan mengetahui benar bahwa pernikahannya tersebut (dengan banyak istri) bukan karena beliau mempunyai kekuatan syahwat yang besar yangmembuatnya tidak sabar untuk menahan diri kecuali dengan jumlah yang besar dari wanita, akan tetapi karena adanyatujuan-tujuan lain yang lebih mulia dan agung dari tujuan pernikahan pada umumnya.
Sikap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam menjadikan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu sebagai mertua dengan menikahi 'Aisyah dan Hafshoh radhiyallahu'anhuma, begitu juga beliau menikahkan putrinya Fathimah radhiyallahu 'anha dengan 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan menikahkan putrinya Raqayyah kemudian Ummu Kultsum radhiyallahu'anhuma dengan 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu, menunjukkan bahwa di balik itu semua Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin memperkuat hubungan beliau dengan keempat orang Sahabat tersebut, yang terkenal perjuangan dan pengorbanan mereka untuk Islam pada masa-masa krisis yang melanda perjalanan perjuangan Islam, sehingga dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala Islam bisa melalui semua itu dengan selamat.
Di antara adat kebiasaan orang-orang Arab adalah memuliakan ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan menurut mereka merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu yang mengakrabkan antara kabilah-kabilah berbeda. Mereka memandang bahwa memusuhi dan memerangi orang-orang yang berada dalam ikatan perkawinan adalah perbuatan tercela dan aib bagi diri mereka, maka dengan menikah ibanyak Ummul Mukminin (julukan bagi istri-istri Nabi), Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin memutus bentuk permusuhan kabilah-kabilah terhadap Islam dan meredam kebencian mereka.
Ummu Salamah misalnya, ia berasal dari bani Makhzun, kerabat Abi Jahl dan Khalid bin Walid. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menikahinya, maka Khalid radhiyallahu 'anhu tidak lagi bersikap keras terhadap kaum Muslimin sebagaimana sikap kerasnya dalam perang Uhud, bahkan tak begitu lama ia memeluk agama Islam dengan sukarela dan kemauannya sendiri. Begitu juga Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu, ia tidak menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan peperangan apapun setelah beliau shallallahu 'alaihi wasallam menikahi anak Abu Sufyan Ummu Habibah radhiyallahu 'anha. Begitu juga kita tidak melihat adanya terror dan permusuhan apapun dari dua kabilah Bani Musthaliq dan Bani an-Nadhir setelah beliau menikah dengan Juwairiyyah dan Shafiyyah radhiyallahu'anhuma. Bahkan Juwairiyyah radhiyallahu 'anha adalah seorang wanita yang paling banyak keberkahannya bagi kaumnya, di mana para Sahabat radhiyallahu'anhum telah melepas tawanan sejumlah seratus keluarga yang berasal dari kaumnya ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menikahinya. Mereka (Para Sahabat) berkata:"Mereka adalah besan-besan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Tidak samar lagi, bahwa karunia tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar pada jiwa.
Yang lebih besar dan lebih agung dari semua itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diperintah untuk membersihkan (keyakinan dan amalan) dan mendidik kaum yang belum mengetahui sedikit pun tentang etika-etika budaya dan peradaban serta komitmen dengan pranata sosial berbudaya. Beliau juga diperintah untuk ikut serta dalam membangun dan memperkuat (tatanan kehidupan) masyarakat.
Dasar-dasar yang menjadi pondasi untuk membangun masyarakat Islami tidak membolehkan laki-laki bercampur-baur dengan kaum perempuan, maka tidak mungkin untuk mendidik kaum wanita sekaligus dengan tetap menjaga dasar-dasar tersebut, padahal kebutuhan mendesak untuk mendidik mereka itu tidak lebih ringan dan kalah penting daripada mendidik kaum laki-laki, bahkan lebih mendesak.
Jika demikian kondisinya, maka tidak ada jalan lain bagi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kecuali beliau memilih wanita-wanita yang umur dan kemampuan mereka berbeda-beda yang dapat memenuhi tujuan tersebut. Kemudian beliau membersihkan (keyakinan dan amalan), mendidik, dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum syari'i, serta membekali mereka dengan dengan pengetahuan Islam, mempersiapkan mereka untuk mendidik wanita-wanita badui (pelosok pedalaman) dan wanita yang sudah berbudaya, wanita-wanita yang sudah tua maupun yang masih muda, sehingga mereka (para istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) mempunyai bekal yang cukup dalam menyampaikan agama kepada kaumnya.
Istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempunyaijasa besar dalam menyampaikan kepada manusia tentang keadaan-keadan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumah, khususnya di antara mereka ada yang hidup lama bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia telah banyak meriwayatkan tentang perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

Ada satu bentuk pernikahan (yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) untuk tujuan menghapuskan adapt jahiliyah yang sudah mendarah daging, yaitu masalah adopsi. Bagi bangsa Arab pada masa jahiliyah, orang yang diadopsi sebagai anak memiliki kehormatan dan hak-hak yang sama persis dengan hak dan kehormatan yang dimiliki oleh anak kandung yang sebenarnya.
Prinsip adat tersebut telah mengakar di dalam hati dan tidak mudah untuk menghapuskannya, padahal prinsip adat tersebut sangat bertentangan dengan asas-asas dan prinsip-prinsip yang ditetapkan Islam dalam permasalahan nikah, thalaq, warisan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan mu'amalah. Prinsip adat jahiliyah tersebut telah mengakibatkan banyak kerusakan dan kekejian, yang mana Islam datang untuk menghapuskannya.
Untuk menghancurkan adat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membatalkan kebiasaan adopsi dan memerintahkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menikah putri bibinya, yaitu Zainab binti Jahsy radhiyallahu 'anha, yang sebelumnya adalah sebagai istri Zaid radhiyallahu 'anhu, yang keduanya belum pernah merasakan keharmonisan, karena tidak setara (dalam status sosial), sehingga Zaid radhiyallahu 'anhu berkeinginan untuk menceraikannya. Dan hal ini terjadi di saat pasukan sekutu (Ahzab) sedang mengepung Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan ummat Islam. Pada saat itu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tengah merasakan kekhawatiran akan propaganda kaum munafikin, kaum musyrikin dan orang-orang Yahudi, ditambah lagi kekhawatiran terhadap pengaruh buruknya di dalam hati sebagian orang yang lemah imannya. Oleh karena itu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ingin sekali agar Zaid radhiyallahu 'anhu tidak menceraikan istrinya supaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak terjatuh ke dalam ujian tersebut.
Tidak diragukan lagi, bahwa keragu-raguan sangat tidak sejalan dengan kesempurnaan tujuan diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan firman-Nya:
??? ???? ???? ???? ???? ???? ?????? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ????? ?? ???? ?? ???? ????? ????? ????? ????? ??? ?? ?????
"Dan ingatlah, ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah telah menyataknnya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allahlah yang lebih berhak kamu takut."(QS.Al-Ahzaab:37)
Ketentuan Allah telah menghendaki Zaid radhiyallahu 'anhu untuk menceraikannya, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menikahinya pada saat dilakukan pengepungan terhadap Bani Quraizhah. Beliau menikahinya setelah masa 'iddahnya habis. Dan sebelumnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan nikah dengan Zainab radhiyallahu 'anha tersebut dan tidak memberikan kesempatan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memilih, sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri yang bertindak sebagai wali dalam pernikahan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

???? ??? ??? ???? ???? ???????? ??? ?? ???? ??? ???????? ??? ?? ????? ???????? ??? ???? ???? ????
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang Mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menceraikan istrinya."(QS.Al-Ahzaab:37)
Hal ini untuk menghilangkan prinsip tabanni (kebiasaan mengadopsi) secara parkatek (nyata), sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menghpusnya dengan firman-Nya:
?????? ??????? ?? ???? ??? ????
"Panggillah mereka (anak-anak angkat) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah." (QS.Al-Ahzaab:5)
?? ??? ???? ??? ??? ?? ?????? ???? ???? ???? ????? ???????
"Muhammad itu sekali-sekali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi." (QS.Al-Ahzaab:40)
Seberapa banyak adat kebiasaan yang telah mengakar dengan kuat tidak bisa dihilangkan atau diluruskan hanya dengan perkataan saja, akan tetapi harus diiringi dengan perbuatan (yang nyata) dari juru dakwah. Hal ini (terlihat) jelas pada apa yang terjadi pada kaum kum Muslimin pada kisah Hudaibiyah. Di sana, kaum Muslimin yang pernah dilihat oleh 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi radhiyallahu 'anhu (sebagai orang-orang yang sangat cinta dan taat pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ) tidak ada dahak yang jatuh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali berada pada tangan salah satu di antara mereka. 'Urwah melihat mereka bersegera menuju (bekas) air wudhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga mereka (seakan-akan) hampir saling berbunuh-bunuhan memperebutkannya.
Benar, mereka inilah orang-orang yang saling berlomba berbai'at di bawah pohon untuk siap mati atau tidak melarikan diri. Orang-orang yang di antara mereka ada yang semisal Abu Bakar dan 'Umar mereka ini ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada mereka (yang mana mereka adalah orang-orang yang rela mati demi membela beliau) untuk menyembelih kurban, namun tidak seorang pun dari mereka yang melaksanakan perintahnya, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa risau dan gelisah. Akan tetapi ketika Ummu Salamah radhiyallahu 'anha menyarankan kepada beliau agar menyembelih hewan kurbannya tanpa mengajak bicara mereka, kemudian beliau melaksanakannya, para sahabatpun segera mengikuti apa yang dilakukan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan berlomba-lomba untuk menyembelih kambing-kambing mereka.
Dengan kejadian ini, tampak jelas perbedaan pengaruh perkataan dan perbuatan untuk menghilangkan adat yang telah mengakar.
Orang-orang munafik telah banyak menyebarkan gossip dan melakukan propaganda-propaganda bohong yang meluas seputar pernikahan ini. Gossip dan propaganda tersebut berpengaruh kepada sebagian kaum Muslimin yang lemah imannya, apalagi Zainab radhiyallahu 'anha merupakan istri kelima bagi beliau, sedangkan kaum Muslimin belum mengetahui halalnya menikah lebioh dari empat (bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), dan lagi Zaid radhiyallahu 'anhu sudah dianggap sebagai anak beliau, sedangkan menikahi istri anak itu merupakan dosa yang sangat keji.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan penjelasan yang cukup jelas dan tuntas seputar dua permasalahan ini dalam surat al-Ahzab, dan para Sahabat radhiyallahu 'anhum mengetahhui bahwa mengadopsi itu tidak ada pengaruhnya dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan keleluasaan kepada Rasul-Nya dalam hal pernikahan yang tidak diizinkan bagi selain beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tujuan-tujuan yang baik dan mulia

Di lain hal, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempergauli istri-istri beliau dengan sangat baik dan dengan akhlak yang paling mulia. Mereka juga adalah wanita-wanita yang paling mulia, qana'ah, sabar, tawadhu', yang paling baik dalam melayani suami dan dalam melaksanakan hak dan kewajiban rumah tangga, walaupun kondisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam kesulitan hidup yang tak seorang pun mampu menghadapinya. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:"Aku sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memakan roti yang lembut hingga meninggal dunia, dan aku tidak pernah melihat beliau memakan daging kambing berkuah khas (masakan mewah)."(Shahih al-Bukhari)
'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:"Sesungguhnya kami benar-benar telah melihat tiga hilal (bulan sabit) secara berturut-turut dalam dua bulan, sedangkan di rumah-rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak dinyalakan api sedikit pun."Kemudian 'Urwah radhiyallahu 'anhu bertanya:"Lalu apa yang kalian makan?"'Aisyah radhiyallahu 'anha menjawab:"Aswadain, yaitu air dan kurma." (Shahih al-Bukhari). Hadits-hadits yang menceritakan hal ini banyak sekali.
Walaupun dalam keadaan yang susah dan kesulitan seperti ini, tidak pernah muncul dari mereka sikap-sikap yang tercela kecuali satu kali saja, sebagaimana sifat-sifat manusia pada umumnya, dan itu pun mempunyai hikmah sebagai penetapan hukum, di mana Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat yang menawarkan pilihan bagi mereka.

??????????? ?????????? ??? ???????????? ??? ???????? ???????? ?????????? ?????????? ???????????? ????????????? ?????????????? ???????????????? ???????? ???????? {28} ????? ???????? ???????? ????? ??????????? ?????????? ??????????? ??????? ????? ??????? ??????????????? ???????? ??????? ???????? {29}
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu:"Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar." (QS. Al-Ahzab: 28-29)
Di antara kemuliaan dan kebaikan mereka adalah mereka mengutamakan Allah dan Rasul-Nya dan tak seorang pun dari mereka yang condong kepada dunia.
Begitu juga, tidak terjadi pada mereka apa yang terjadi pada istri-istri yang dimadu pada umumnya dengan jumlah mereka yang banyak, kecuali hanya satu masalah ringan saja sesuai dengan sifat-sifat manusia pada umumnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela perbuatan mereka dan mereka pun tidak pernah lagi mengulanginya, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat at-Tahrim dengan firman-Nya:

??????????? ?????????? ???? ????????? ?????????? ????? ???? ????????? ????????? ??????????? ??????? ??????? ???????? {1} ???? ?????? ????? ?????? ????????? ????????????? ??????? ??????????? ?????? ?????????? ?????????? {2} ?????? ??????? ?????????? ????? ?????? ??????????? ???????? ???????? ????????? ???? ???????????? ????? ???????? ??????? ???????? ?????????? ??? ?????? ???????? ?????????? ???? ??????? ???? ????????? ????? ????? ??????????? ?????????? ?????????? {3} ??? ???????? ????? ????? ?????? ?????? ???????????? ????? ?????????? ???????? ??????? ????? ???? ????????? ??????????? ????????? ?????????????? ???????????????? ?????? ?????? ??????? {4} ????? ??????? ??? ???????????? ??? ?????????? ?????????? ??????? ????????? ??????????? ???????????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????????? ???????????? {5}
"Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah), dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan yang sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah bertanya:"Siapakah yang memberitahukan hal ini kepadamu" Nabi menjawab:"Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu'min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Rabbnya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan." (QS. At-Tahrim: 1-5)
Akhirnya, saya rasa tidak perlu membahas tentang prinsip poligami, dan siapa saja yang memperhatikan kehidupan masyarakat Eropa yang mengingkari dasar hukum poligami ini dengan sangat keras dan sinis, dan memperhatikan kepahitan dan kesengsaraan yang mereka derita, berbagai kekejian (zina) dan kriminalitas yang mereka lakukan serta berbagai musibah dan kegoncangan yang mereka hadapi karena penyelewengan mereka dari prinsip poligami ini. Hal itu cukup sebagai pengganti dari pembahasan serta bukti nyata baginya (dalam masalah ini).
Kehidupan mereka merupakan bukti yang nyata akan kebenaran dan keadilan prinsip poligami tersebut. Dan pada kehidupan mereka itu ada pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang berakal




SHARE

About muwahid

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Translate