Istri-Istri Rasulullah
Rumah tangga Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam sebelum hijrah berada di kota Mekkah, anggotanya terdiri dari
beliau sendiri dan istri beliau, 1.Khadijah binti Khuwailid
radhiyallahu 'anha. Beliau menikahinya pada saat beliau berumur 25 tahun,
sedangkan Khadijah radhiyallahu 'anha berumur 40 tahun. Ia adalah wanita
yang pertama dinikahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan
beliau tidak pernah memadunya. Dari Khadijah radhiyallahu 'anha,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dikaruniai beberapa anak
laki-laki dan perempuan. Adapun yang laki-laki tidak satupun yang hidup
sedangkan yang perempuan adalah; Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah
radhiyallahu 'anhunna. Zainab radhiyallahu 'anha dinikahi oleh
anak bibinya (bibi dari ibunya) yaitu al-'Ash bin Rabi', Ruqayyah dan Ummu
Kultsum radhiyallahu'anhuma keduanya dinikahi oleh Utsman bin 'Affan
radhiyallahu 'anhu satu demi satu (maksudnya setelah yang satu meninggal
maka Utsman menikahi yang satunya), dan Fathimah radhiyallahu 'anha
dinikahi oleh 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pada waktu antara
perang Badar dan perang Uhud. Dari Fathimah radhiyallahu 'anha lahir
al-Hasan, al-Husain, Zainab dan Ummu Kultsum radhiyallahu'anhum.
Sebagaimana telah diketahui bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam diistimewakan dari ummatnya dengan
dihalalkan baginya untuk menikah lebih dari empat istri dengan berbagai tujuan
(hikmah). Jumlah wanita yang dinikahi beliau shallallahu 'alaihi wasallam
ada tiga belas (13) orang, sembilan di antaranya ditinggal wafat oleh beliau,
dua yang lainnya meninggal dunia sewaktu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam masih hidup, yaitu Khadijah radhiyallahu 'anha dan Zainab
binti Khuzaimah radhiyallahu'anha, yang lebih dikenal dengan panggilan
Ummu Masakin, dan dua istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang
lainnya belum pernah digauli oleh beliau. Berikut nama-nama mereka dan sadikit
pemgetahuan tentang mereka:
2.Saudah binti Zam'ah radhiyallahu
'anha , dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan
Syawwal tahun 10 dari kenabian, beberapa hari setelah meninggalnya Khadijah
radhiyallahu 'anha. Sebelumnya ia dinikahi oleh anak pamannya bernama
Sakran bin'Amr yang meninggal sewaktu masih bersamanya.
3.'Aisyah bin Abu Bakar ash-Shiddiq
radhiyallahu 'anhuma, dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pada bulan Syawwal tahun 11 kenabian, setahun setelah beliau
menikahi Saudah radhiyallahu 'anha, yakni dua tahun lima bulan sebelum
hijriyah.
Pada waktu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menikahinya, ia berumur 6 tahun dan digauli pada bulan Syawwal
tujuh bulan setelah hijrah ke Madinah di mana pada saat itu telah berusia 9
tahun. 'Aisyah radhiyallahu 'anha adalah satu-satunya gadis perawan yang
dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dia adalah orang yang
paling beliau cintai dan merupakan wanita yang paling faqih (paham tentang
agama) dan paling berilmu di antara wanita-wanita ummat Islam.
4.Hafshah binti 'Umar
radhiyallahu'anhuma, ia ditinggal mati suaminya yaitu Khumais bin
Hudzafah as-Sahmi pada waktu perang antara (peperangan) Badar dan Uhud. Kemudian
dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada tahun ketiga
hijriyah.
5.Zainab binti Khuzaimah radhiyallahu
'anha (keturunan) dari bani Hilal bin Amir bin Sha'sha'ah. Ia dijuluki
dengan Ummu Masakin (ibunya orang-orang miskin) karena kemurahan dan rasa kasih
sayangnya terhadap orang-orang miskin. Sebelumnya, ia dinikahi oleh Abdullah bin
Jahsy yang mati syahid pada perang Uhud, kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menikahinya pada tahun keempat hiriyah, dua atau tiga bulan
setelah pernikahan ini ia meninggal dunia
6.Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah,
yang sebelumnya dinikahi oleh Abu Salamah yang meninggal dunia pada bulan
Jumadil Akhir, tahun 4 hijriyah. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menikahinya pada bulan Syawwal tahun itu juga.
7.Zainab binti Jahsy bin Rayyab (keturunan)
bani As'ad bin Khuzaimah radhiyallahu 'anha. Ia adalah anak paman
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sebelumnya, ia dinikahi oleh
Zaid bin Haritsah radhiyallahu 'anhu, yang pernah menjadi anak angkat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, setelah itu Zaid radhiyallahu
'anhu menceraikannya dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam
menikahinya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala
menurunkan firman-Nya, yang ditujukkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam:
???????? ????? ?????? ???????? ??????? ??????????????? {37}
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia" (QS.
Al-Ahzab: 37)
Telah turun tentag Zaid radhiyallahu 'anhu
beberapa ayat dalam surat al-Ahzab yang telah menjelaskan secara terperinci
masalah anak angkat,permasalahan tersebut akan dibahas nanti. Ia dinikahi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Dzul Qa'dah tahun
kelima hijriyah.
8.Juwairiyah binti al-Harits penghulu bani
al-Mushthaliq dari (kabilah) Khuza'ah. Sebelumnya ia adalah tawanan yang berasal
dari bani Mushthaliq, ia dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syammas
radhiyallahu 'anhu. Kemudian Tsabit mengadakan mukatabah (perjanjiajian
untuk memerdekakannya dengan tebusan) dengannya. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam yang memenuhi seluruh tebusan kemerdekaannya
(kebebasannya) lalu menikahinya pada tahun keenam hijriyah
9.Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
radhiyallahu 'anha, yang sebelumnya dinikahi 'Ubaidillah bin Jahsy dan
bersamanya ia hijrah ke Habasyah, akan tetapi 'Ubaidillah murtad karena masuk
agama Nashrani dan mati di sana. Adapun Ummu Habibah radhiyallahu 'anha,
ia masih tetap dalam agamanya dan hijrahnya, ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengutus 'Amr bin Umayyah adh-Dhamri untuk mengirim
suratnya kepada raja an-Najasyi pada bulan Muharram tahun 7 hijriyah, baliau
melamarnya kepada an-Najasyi dan selanjutnya an-Najasyi menikahkannya dengan
beliau shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau mengutus Syarahbil
bin Hasanah radhiyallahu 'anhu untukmembawanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam.
10.Shafiyah binti Huyay bin Akhthabadalah
dari keturunan bani Israil, sebelumnya ia menjadi tawanan dalam perang Khaibar,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memilih dirinya untuk diri
beliau, kemudian beliau memerdekakannya dan menikahinya setelah penaklukan
Khaibar tahun ke 7 hijriyah.
11.Maimunah biti al-Harits radhiyallahu
'anha, saudara perempuan Ummu Fadhl Lubabah binti al-Harits, ia dinikahi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Dzul Qa'dah tahun
ketujuh hijriyah, pada saat menunaikan qadha' umrah, setelah tahallul sesuai
pendapat yang shahih.
Sebelas wanita yang mulia tersebut adalah
wanita-wanita yang telah dinikahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dan beliau telah menggaulinya. Dua di antaranya, yaitu Khadijah dan
Zainab Ummul Masakin meninggal dunia sewaktu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam masih hidup, dan sembilan yang lainnya ditinggal wafat oleh beliau
shallallahu 'alaihi wasallam.
Adapun dua istri yang belum
dicampurinya/digaulinya, yang satu berasal dari bani Kilab dan yang satunya lagi
dari Kindah yang dikenal dengan Jauniyah, dalam hal ini terdapat perbedaan
pendapat yang tidak perlu untuk disebutkan.
Sedangkan dari kalangan budak, sebagaimana yang
sudah diketahui bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam telah mengambil
dua budak wanita, salah satunya adalah Maria al-Qibthiyah hadiah dari
al-Muqauqis, ia melahirkan anak laki-laki bernama Ibrahim yang meninggal sewaktu
masih kecil di Madinah pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
masih hidup, tepatnya pada tanggal 27 januari 632 masehi.
Budak yang kedua adalah Raihanah binti Zaid
an-Nadhriyah. Sebelumnya ia adalah salah satu tawanan bani Quraizhah, kemudian
ia dipilih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk dirir beliau.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah salah satu istri Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, di mana beliau memerdekakannyakemudian
menikahinya. Pendapat yang pertama dinilai lebih kuat oleh Ibnul Qayyim
rahimahullah. Abu 'Ubaidah menambahkan dua lagi, yaitu Jamilah yang
didapatnya di antara tawanan dan seorang hamba sahaya yang diberikan Zainab
binti Jahsy kepadanya (Zaasul Ma'ad )
Barangsiapa yang memperhatikan kehidupan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia akan mengetahui benar
bahwa jumlah istrinya yang sebanyak itu adalah pada masa-masa akhir dari umurnya
setelah beliau menghabiskan keindahan masa mudanya yang hampir 30 tahun dan
hari-harinya yang paling indah terfokus pada satu istri yang sudah hampir
menjadi wanita tua, yaitu bersama Khadijah radhiyallahu 'anha kemudian
Saudah radhiyallahu 'anha. Dan niscaya ia akan mengetahui benar bahwa
pernikahannya tersebut (dengan banyak istri) bukan karena beliau mempunyai
kekuatan syahwat yang besar yangmembuatnya tidak sabar untuk menahan diri
kecuali dengan jumlah yang besar dari wanita, akan tetapi karena
adanyatujuan-tujuan lain yang lebih mulia dan agung dari tujuan pernikahan pada
umumnya.
Sikap Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dalam menjadikan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar
radhiyallahu 'anhu sebagai mertua dengan menikahi 'Aisyah dan Hafshoh
radhiyallahu'anhuma, begitu juga beliau menikahkan putrinya Fathimah
radhiyallahu 'anha dengan 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu
dan menikahkan putrinya Raqayyah kemudian Ummu Kultsum
radhiyallahu'anhuma dengan 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu,
menunjukkan bahwa di balik itu semua Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ingin memperkuat hubungan beliau dengan keempat orang Sahabat
tersebut, yang terkenal perjuangan dan pengorbanan mereka untuk Islam pada
masa-masa krisis yang melanda perjalanan perjuangan Islam, sehingga dengan
kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala Islam bisa melalui semua itu dengan
selamat.
Di antara adat kebiasaan orang-orang Arab adalah
memuliakan ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan menurut mereka merupakan salah
satu pintu dari pintu-pintu yang mengakrabkan antara kabilah-kabilah berbeda.
Mereka memandang bahwa memusuhi dan memerangi orang-orang yang berada dalam
ikatan perkawinan adalah perbuatan tercela dan aib bagi diri mereka, maka dengan
menikah ibanyak Ummul Mukminin (julukan bagi istri-istri Nabi), Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ingin memutus bentuk permusuhan
kabilah-kabilah terhadap Islam dan meredam kebencian mereka.
Ummu Salamah misalnya, ia berasal dari bani
Makhzun, kerabat Abi Jahl dan Khalid bin Walid. Ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menikahinya, maka Khalid radhiyallahu 'anhu tidak
lagi bersikap keras terhadap kaum Muslimin sebagaimana sikap kerasnya dalam
perang Uhud, bahkan tak begitu lama ia memeluk agama Islam dengan sukarela dan
kemauannya sendiri. Begitu juga Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu, ia tidak
menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan peperangan
apapun setelah beliau shallallahu 'alaihi wasallam menikahi anak Abu
Sufyan Ummu Habibah radhiyallahu 'anha. Begitu juga kita tidak melihat
adanya terror dan permusuhan apapun dari dua kabilah Bani Musthaliq dan Bani
an-Nadhir setelah beliau menikah dengan Juwairiyyah dan Shafiyyah
radhiyallahu'anhuma. Bahkan Juwairiyyah radhiyallahu 'anha adalah
seorang wanita yang paling banyak keberkahannya bagi kaumnya, di mana para
Sahabat radhiyallahu'anhum telah melepas tawanan sejumlah seratus
keluarga yang berasal dari kaumnya ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menikahinya. Mereka (Para Sahabat) berkata:"Mereka adalah
besan-besan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Tidak samar lagi,
bahwa karunia tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar pada jiwa.
Yang lebih besar dan lebih agung dari semua itu,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diperintah untuk membersihkan
(keyakinan dan amalan) dan mendidik kaum yang belum mengetahui sedikit pun
tentang etika-etika budaya dan peradaban serta komitmen dengan pranata sosial
berbudaya. Beliau juga diperintah untuk ikut serta dalam membangun dan
memperkuat (tatanan kehidupan) masyarakat.
Dasar-dasar yang menjadi pondasi untuk membangun
masyarakat Islami tidak membolehkan laki-laki bercampur-baur dengan kaum
perempuan, maka tidak mungkin untuk mendidik kaum wanita sekaligus dengan tetap
menjaga dasar-dasar tersebut, padahal kebutuhan mendesak untuk mendidik mereka
itu tidak lebih ringan dan kalah penting daripada mendidik kaum laki-laki,
bahkan lebih mendesak.
Jika demikian kondisinya, maka tidak ada jalan
lain bagi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kecuali beliau memilih
wanita-wanita yang umur dan kemampuan mereka berbeda-beda yang dapat memenuhi
tujuan tersebut. Kemudian beliau membersihkan (keyakinan dan amalan), mendidik,
dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum syari'i, serta membekali mereka dengan
dengan pengetahuan Islam, mempersiapkan mereka untuk mendidik wanita-wanita
badui (pelosok pedalaman) dan wanita yang sudah berbudaya, wanita-wanita yang
sudah tua maupun yang masih muda, sehingga mereka (para istri Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam) mempunyai bekal yang cukup dalam
menyampaikan agama kepada kaumnya.
Istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mempunyaijasa besar dalam menyampaikan kepada manusia tentang
keadaan-keadan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumah, khususnya di
antara mereka ada yang hidup lama bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam seperti 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia telah banyak
meriwayatkan tentang perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam
Ada satu bentuk pernikahan (yang dilakukan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) untuk tujuan menghapuskan adapt
jahiliyah yang sudah mendarah daging, yaitu masalah adopsi. Bagi bangsa Arab
pada masa jahiliyah, orang yang diadopsi sebagai anak memiliki kehormatan dan
hak-hak yang sama persis dengan hak dan kehormatan yang dimiliki oleh anak
kandung yang sebenarnya.
Prinsip adat tersebut telah mengakar di dalam hati
dan tidak mudah untuk menghapuskannya, padahal prinsip adat tersebut sangat
bertentangan dengan asas-asas dan prinsip-prinsip yang ditetapkan Islam dalam
permasalahan nikah, thalaq, warisan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
mu'amalah. Prinsip adat jahiliyah tersebut telah mengakibatkan banyak kerusakan
dan kekejian, yang mana Islam datang untuk menghapuskannya.
Untuk menghancurkan adat tersebut, Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah membatalkan kebiasaan adopsi dan memerintahkan
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menikah putri
bibinya, yaitu Zainab binti Jahsy radhiyallahu 'anha, yang sebelumnya
adalah sebagai istri Zaid radhiyallahu 'anhu, yang keduanya belum pernah
merasakan keharmonisan, karena tidak setara (dalam status sosial), sehingga Zaid
radhiyallahu 'anhu berkeinginan untuk menceraikannya. Dan hal ini terjadi
di saat pasukan sekutu (Ahzab) sedang mengepung Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan ummat Islam. Pada saat itu beliau shallallahu
'alaihi wa sallam tengah merasakan kekhawatiran akan propaganda kaum
munafikin, kaum musyrikin dan orang-orang Yahudi, ditambah lagi kekhawatiran
terhadap pengaruh buruknya di dalam hati sebagian orang yang lemah imannya. Oleh
karena itu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ingin sekali agar Zaid
radhiyallahu 'anhu tidak menceraikan istrinya supaya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak terjatuh ke dalam ujian tersebut.
Tidak diragukan lagi, bahwa keragu-raguan sangat
tidak sejalan dengan kesempurnaan tujuan diutusnya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengingatkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
firman-Nya:
??? ???? ???? ???? ???? ???? ?????? ????
???? ???? ???? ???? ???? ????? ?? ???? ?? ???? ????? ????? ????? ????? ??? ??
?????
"Dan ingatlah, ketika kamu berkata kepada orang
yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi
nikmat kepadanya, "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah",
sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah telah menyataknnya,
dan kamu takut kepada manusia, sedang Allahlah yang lebih berhak kamu
takut."(QS.Al-Ahzaab:37)
Ketentuan Allah telah menghendaki Zaid
radhiyallahu 'anhu untuk menceraikannya, kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pun menikahinya pada saat dilakukan
pengepungan terhadap Bani Quraizhah. Beliau menikahinya setelah masa 'iddahnya
habis. Dan sebelumnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan nikah
dengan Zainab radhiyallahu 'anha tersebut dan tidak memberikan kesempatan
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memilih, sehingga Allah
Subhanahu wa Ta'ala sendiri yang bertindak sebagai wali dalam pernikahan
tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
???? ??? ??? ???? ???? ???????? ??? ?? ???? ??? ???????? ??? ?? ????? ???????? ??? ???? ???? ????
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri
keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan bagi orang Mukmin untuk (mengawini) istri-istri
anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menceraikan
istrinya."(QS.Al-Ahzaab:37)
Hal ini untuk menghilangkan prinsip tabanni
(kebiasaan mengadopsi) secara parkatek (nyata), sebagaimana Allah Subhanahu
wa Ta'ala menghpusnya dengan firman-Nya:
?????? ??????? ?? ???? ??? ????
"Panggillah mereka (anak-anak angkat) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah."
(QS.Al-Ahzaab:5)
?? ??? ???? ??? ??? ?? ?????? ???? ????
???? ????? ???????
"Muhammad itu sekali-sekali bukanlah bapak dari
seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup
nabi-nabi." (QS.Al-Ahzaab:40)
Seberapa banyak adat kebiasaan yang telah mengakar
dengan kuat tidak bisa dihilangkan atau diluruskan hanya dengan perkataan saja,
akan tetapi harus diiringi dengan perbuatan (yang nyata) dari juru dakwah. Hal
ini (terlihat) jelas pada apa yang terjadi pada kaum kum Muslimin pada kisah
Hudaibiyah. Di sana, kaum Muslimin yang pernah dilihat oleh 'Urwah bin Mas'ud
ats-Tsaqafi radhiyallahu 'anhu (sebagai orang-orang yang sangat cinta dan
taat pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ) tidak ada dahak yang
jatuh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali berada pada
tangan salah satu di antara mereka. 'Urwah melihat mereka bersegera menuju
(bekas) air wudhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga
mereka (seakan-akan) hampir saling berbunuh-bunuhan memperebutkannya.
Benar, mereka inilah orang-orang yang saling
berlomba berbai'at di bawah pohon untuk siap mati atau tidak melarikan diri.
Orang-orang yang di antara mereka ada yang semisal Abu Bakar dan 'Umar mereka
ini ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada mereka
(yang mana mereka adalah orang-orang yang rela mati demi membela beliau) untuk
menyembelih kurban, namun tidak seorang pun dari mereka yang melaksanakan
perintahnya, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa
risau dan gelisah. Akan tetapi ketika Ummu Salamah radhiyallahu 'anha
menyarankan kepada beliau agar menyembelih hewan kurbannya tanpa mengajak bicara
mereka, kemudian beliau melaksanakannya, para sahabatpun segera mengikuti apa
yang dilakukan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan berlomba-lomba
untuk menyembelih kambing-kambing mereka.
Dengan kejadian ini, tampak jelas perbedaan
pengaruh perkataan dan perbuatan untuk menghilangkan adat yang telah mengakar.
Orang-orang munafik telah banyak menyebarkan
gossip dan melakukan propaganda-propaganda bohong yang meluas seputar pernikahan
ini. Gossip dan propaganda tersebut berpengaruh kepada sebagian kaum Muslimin
yang lemah imannya, apalagi Zainab radhiyallahu 'anha merupakan istri
kelima bagi beliau, sedangkan kaum Muslimin belum mengetahui halalnya menikah
lebioh dari empat (bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), dan
lagi Zaid radhiyallahu 'anhu sudah dianggap sebagai anak beliau,
sedangkan menikahi istri anak itu merupakan dosa yang sangat keji.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan
penjelasan yang cukup jelas dan tuntas seputar dua permasalahan ini dalam surat
al-Ahzab, dan para Sahabat radhiyallahu 'anhum mengetahhui bahwa
mengadopsi itu tidak ada pengaruhnya dalam Islam. Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah memberikan keleluasaan kepada Rasul-Nya dalam hal pernikahan
yang tidak diizinkan bagi selain beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk tujuan-tujuan yang baik dan mulia
Di lain hal, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mempergauli istri-istri beliau dengan sangat baik dan dengan akhlak
yang paling mulia. Mereka juga adalah wanita-wanita yang paling mulia, qana'ah,
sabar, tawadhu', yang paling baik dalam melayani suami dan dalam melaksanakan
hak dan kewajiban rumah tangga, walaupun kondisi Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dalam kesulitan hidup yang tak seorang pun mampu menghadapinya.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:"Aku sama sekali tidak
pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memakan roti yang
lembut hingga meninggal dunia, dan aku tidak pernah melihat beliau memakan
daging kambing berkuah khas (masakan mewah)."(Shahih al-Bukhari)
'Aisyah radhiyallahu 'anha
berkata:"Sesungguhnya kami benar-benar telah melihat tiga hilal (bulan sabit)
secara berturut-turut dalam dua bulan, sedangkan di rumah-rumah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tidak dinyalakan api sedikit
pun."Kemudian 'Urwah radhiyallahu 'anhu bertanya:"Lalu apa yang
kalian makan?"'Aisyah radhiyallahu 'anha menjawab:"Aswadain, yaitu
air dan kurma." (Shahih al-Bukhari). Hadits-hadits yang menceritakan hal ini
banyak sekali.
Walaupun dalam keadaan yang susah dan kesulitan
seperti ini, tidak pernah muncul dari mereka sikap-sikap yang tercela kecuali
satu kali saja, sebagaimana sifat-sifat manusia pada umumnya, dan itu pun
mempunyai hikmah sebagai penetapan hukum, di mana Allah Subhanahu wa
Ta'ala menurunkan ayat yang menawarkan pilihan bagi mereka.
??????????? ?????????? ??? ???????????? ??? ???????? ???????? ?????????? ?????????? ???????????? ????????????? ?????????????? ???????????????? ???????? ???????? {28} ????? ???????? ???????? ????? ??????????? ?????????? ??????????? ??????? ????? ??????? ??????????????? ???????? ??????? ???????? {29}
"Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu:"Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya,
marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang
baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta
(kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa
yang yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar." (QS. Al-Ahzab: 28-29)
Di antara kemuliaan dan kebaikan mereka adalah
mereka mengutamakan Allah dan Rasul-Nya dan tak seorang pun dari mereka yang
condong kepada dunia.
Begitu juga, tidak terjadi pada mereka apa yang
terjadi pada istri-istri yang dimadu pada umumnya dengan jumlah mereka yang
banyak, kecuali hanya satu masalah ringan saja sesuai dengan sifat-sifat manusia
pada umumnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela perbuatan mereka
dan mereka pun tidak pernah lagi mengulanginya, sebagaimana yang telah
disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat at-Tahrim dengan
firman-Nya:
??????????? ?????????? ???? ????????? ?????????? ????? ???? ????????? ????????? ??????????? ??????? ??????? ???????? {1} ???? ?????? ????? ?????? ????????? ????????????? ??????? ??????????? ?????? ?????????? ?????????? {2} ?????? ??????? ?????????? ????? ?????? ??????????? ???????? ???????? ????????? ???? ???????????? ????? ???????? ??????? ???????? ?????????? ??? ?????? ???????? ?????????? ???? ??????? ???? ????????? ????? ????? ??????????? ?????????? ?????????? {3} ??? ???????? ????? ????? ?????? ?????? ???????????? ????? ?????????? ???????? ??????? ????? ???? ????????? ??????????? ????????? ?????????????? ???????????????? ?????? ?????? ??????? {4} ????? ??????? ??? ???????????? ??? ?????????? ?????????? ??????? ????????? ??????????? ???????????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????????? ???????????? {5}
"Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang
Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan
kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan
Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan
secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya (Hafsah) suatu
peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah), dan
Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah dengan Aisyah)
kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah
kepadanya) dan menyembunyikan yang sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka
tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu
Hafsah bertanya:"Siapakah yang memberitahukan hal ini kepadamu" Nabi
menjawab:"Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal". Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu
berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua
bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan
(begitu pula) Jibril dan orang-orang mu'min yang baik; dan selain dari itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh
jadi Rabbnya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik
daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang
mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan." (QS.
At-Tahrim: 1-5)
Akhirnya, saya rasa tidak perlu membahas tentang
prinsip poligami, dan siapa saja yang memperhatikan kehidupan masyarakat Eropa
yang mengingkari dasar hukum poligami ini dengan sangat keras dan sinis, dan
memperhatikan kepahitan dan kesengsaraan yang mereka derita, berbagai kekejian
(zina) dan kriminalitas yang mereka lakukan serta berbagai musibah dan
kegoncangan yang mereka hadapi karena penyelewengan mereka dari prinsip poligami
ini. Hal itu cukup sebagai pengganti dari pembahasan serta bukti nyata baginya
(dalam masalah ini).
Kehidupan mereka merupakan bukti yang nyata akan
kebenaran dan keadilan prinsip poligami tersebut. Dan pada kehidupan mereka itu
ada pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang berakal
0 komentar:
Post a Comment