http://picasion.com/

RASULULLAH WAFAT

Detik-detik perpisahan
Pada saat dakwah telah sempurna dan Islam telah menguasai situasi, tanda-tanda perpisahan dengan kehidupan dan dengan orang-orang yang masih hidup mulai tampak terasa dalam perasaan beliau shallallahu 'alaihi wasallam, dan semakin jelas lagi dari perkataan-perkataan dan perbuatan beliau.
Pada bulan Ramadhan tahun 10 hijriyah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf selama dua puluh hari, yang mana pada tahun-tahun sebelumnnya beliau tidak pernah beri'tikaf kecuali sepuluh hari saja, dan malaikat Jibril membaca dan menyimak bacaan al-Quran beliau sebanyak dua kali (padahal di tahun-tahun sebelumnya hanya satu kali).
Pada haji wada' beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (artinya):"Sesungguhnya aku tidak mengetahui, barang kali setelah tahun ini aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian dalam keadaan seperti ini selamanya."Dan beliau juga berkata pada saat melempar jumrah 'Aqabah:"Tunaikanlah manasik (haji) kalian sebagaimana aku menunaikannya, barang kali aku tidak akan menunaikan haji lagi setelah tahun ini."Dan telah diturunkan kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada pertengahan hari tasyriq surat an-Nashr, sehingga beliau mengetahui bahwa hal itu adalah perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau untuk selama-lamanya.
Di awal bulan shafar tahun 11 hijriyah, beliau keluar menuju Uhud, kemudian melakukan shalat untuk para Syuhada' sebagai (ungkapan) perpisahan bagi orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati. Kemudian belaiu beranjak menuju mimbar untuk berpidato, beliau berkata:"Sesungguhnya aku akan mendahaului kalian dan menjadi saksi atas kalian. Demi Allah sesungguhnya aku sekarang benar-benar melihat telagaku, dan telah diberikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan dunia atau kunci-kunci bumi, dan demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan melakukan kasyirikan sepeninggalku nanti, akan tetapi yang aku khawatirkan terhadap kalian adalah kalian berlomba-lomba di dalam merebut kekayaan dunia."(HR. Bukhari dan Muslim)
Pada pertengahan suatu malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuju (kuburan) Baqi' untuk memohonkan ampunan bagi para penghuninya, Beliau berkata:"Semoga Keselamatan atas kalian, wahai ahli kubur, selamat atas apa yang kalian alami (pada saat ini) sebagaimana yang telah dialami orang-orang sebelumnya. Fitnah-fitnah (berbagai cobaan) telah datang bagai sepotong malam gelap gulita, yang silih berganti, yang datang terakhir lebih buruk dari pada yang sebelumnya."Kemudian Beliau memberikan kabar gembira kepada mereka dengan mengucapkan:"Sesungguhnya kami akan menyusul kalian."

Permulaan Sakit
Pada tanggall 28 atau 29 bulan shafar tahun 11 hijriyah (hari senin) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadiri penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi'. Ketika kembali, di tengah perjalanan beliau merasakan pusing di kepala beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan panas mulai merambat pada sekujur tubuhnya, sampai-sampai para sahabat radhiyallahu 'anhum dapat merasakan pengaruh panas pada sorban yang beliau pakai.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama para Shahabat radhiyallahu 'anhum dalam keadaan sakit selama sebelas hari, sedangkan jumlah hari sakit beliau adalah 13 atau 14 hari.

Minggu Terakhir
Penyakit yang diderita Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam semakin parah, sampai-sampai Beliau bertanya kepada istri-istrinya,"Di mana (giliranku) besok? Di mana giliranku besok?" Mereka pun memahami maksudnya, sehingga beliau diizinkan untuk berada pada tempat yang beliau kehendaki. Kemudian beliau pergi ke tempat 'Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berjalan dengan diapit oleh al-Fadhl bin al-Abbas radhiyallahu 'anhuma dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sedangkan kepala beliau shallallahu 'alaihi wasallam diikat dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menghabiskan minggu terakhir dari deti-detik kehidupan beliau di sisi 'Aisyah radhiyallahu 'anha.
'Aisyah membaca mu'awwidzat (surat al-Ikhlash, al-Falaq, dan an-Naas) dan doa-doa yang dihafalnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian meniupkannya pada tubuh Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam dan mengusapkan tangannya dengan mengharapkan keberkahan dari hal tersebut

Lima Hari Sebelum Wafat
Hari Rabu, lima hari sebelum wafat, demam menyerang seluruh tubuh beliau, hingga sakitnya pun semakin parah dan beliau pingsan karenanya. Ketika sadar belaiu berkata:"Siramkanlah kepadaku tujuh gayung air yang berasal dari sumur yang berbeda-beda, sehingga aku bisa keluar menemui para sahabat untuk menyampaikan nasehat kepada mereka."Mereka mendudukkan beliau di sebuah bejana kemudian menyiramkan kepadanya air tersebut, hingga beliau berkata, "cukup !cukup!
Pada saat itu beliau merasa membaik, kemudian masuk ke dalam masjid dalam keadaan kepala diikat dengan sorban berwarna hitam, lalu duduk di atas mimbar. Beliau berkhutbah di hadapan para sahabatnya yang berkumpul di sekelilingnya, beliau berkata: "Semoga Allah atas orang-oranh yahiudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan Nabi-nabi mereka sebagai masjjid."Dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan:"Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid."(HR, Bukhari dan Muwatha' Imam Malik) Kemudian beliau berkata: "Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah."(Muwatha Imam Malik)
Dan pada saat itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menawarkan dirinya untuk diqishash (menerima balasan) dengan berkata:"Barangsiapa yang pernah aku pukul punggungnya, maka inilah punggungku pukulah ia, dan barangsiapa yang pernah aku lecehkan harga dirinya maka inilah harga diriku, lecehkanlah ia."
Setelah itu beliau turun (dari mimbar) untuk melaksanakan shalat Zhuhur, kemudian duduk di atas mimbar dan mengulangi perkataanya yang pertama, dan yang lainnya. Ada seseorang yang berkata:"Sesungguhnya engkau memiliki hutang kepadaku tiga dirham."Beliau berkata:"Bayarkan kepadanya (hutangku) wahai Fadhl".Lalu beliau berwasiat tentang tentang kaum Anshar:"Aku mewasiatkan kepada kalian tentang kaum Ansha, sesungguhnya mereka adalah kelompokku dan penolongku. Mereka benar-benar telah menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada mereka, dan yang tersisa adalah hak-hak mereka. Maka terimalah kebaikan mereka dan maafkanlah kesalahan mereka."Di dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda:"Sesungguhnya manusia itu banyak dan kaum Anshar itu sedikit, sehingga mereka bagaikan garam pada makanan. Maka barangsiapa di antara kalian yang memegang t5ampuk kekuasaan yang di dalamnya ia merugikan seseorang atau menguntungkannya maka terimalah kebaikan dan maafkanlah (kekurangan mereka)(HR. Bukhari)
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Sesungguhnya ada seorang hamba yang diminta untuk memilih satu dari dua hal oleh Allah, antara diberikan kepadanya segala macam kemewahan dunia dan kesengannya, atau diberikan kepadanya apa yang ada di sisi-Nya. Maka ia memilih apa yang ada di sisi-Nya."Abu Sa'id al-Khudri berkata:"Abu Bakar pun menangis, dan berkata (kepada Rasulullah):"Bapak ibu kami sebagai tebusan bagimu," sehingga kami heran kepadanya. Para sahabat radhiyallahu 'anhum berkata:"Lihatlah orang tua ini (Abu Bakar radhiyallahu 'anhu)! Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan tentang seorang hamba yang diberi oleh Allah kesempatan untuk memilih antara diberikan kepadanya kemewahan dunia atau apa yang ada di sisi-Nya, malah dia (Abu Bakar) mengatakan:"Bapak ibu kami sebagai tebusan bagimu".Ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu sendirilah orang yang diberi kesempatan memilih, sedangkan Abu Bakar adalah orang yang paling berilmu diantara kami.
Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:

????? ???? ??????? ???????? ??????? ??? ?????????? ????????? ????? ??????? ?????? ?????? ?????????? ???????? ?????? ?????? ???????????? ????? ??????? ???????? ????????? ??????????? ?????????????? ??? ??????????? ??? ?????????? ???? ?????? ?????? ?????? ??? ????? ?????? ?"??.
"Sesungguhnya orang yang paling banyak pemberiaannya dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, seandainya aku boleh menjadikan khalil (kekasih) selain Rabbku (Allah), niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalilku, hanya saja, yang ada adalah persaudaraan Islam dan kasih sayang karena Islam. Tidak satu pun dari pintu masjid melainkan ditutup, kecuali pintu Abu Bakar". (HR. Bukhari) 

Empat Hari Sebelum Wafat
Pada hari kamis, empat hari sebelum wafat, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"Kemarilah kalian, aku akan tuliskan untuk kalian sebuah pesan yang kalian tidak akan tersesat setelahnya."Pada saat itu ada beberapa sesepuh sahabat di rumah beliau, di antaranya adalah Umar radhiyallahu 'anhu. Umar radhiyallahu 'anhu berkata:"Sesungguhnya rasa sakit telah mempengaruhinya (kesadaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam), kalian tela memiliki al-Quran, maka cukuplah al-Quran bagi kalian." Maka terjadilah perselisihan dan pertengkaran di dalam rumah beliau, di antara mereka ada yang berkata:"Mendekatlah kalian, agar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuliskan wasiat untuk kalian." Dan di antara mereka ada yang berkata sperti perkatan Umar radhiyallahu 'anhu. Ketika mereka semakin gaduh dan semakin ramai berselisih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"Pergilah kalian dariku! .(mutafaqun 'alaihi)
Pada hari itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewasiatkan tiga perkara:
Pertama, untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi, Nashrani dan orang-orang musyrik dari Jazirah Arab
Kedua, untuk memberikan penghargaan kepada para utusan (delegasi) sebagaimana yang telah beliau berikan kepada mereka sebeliumnya.
Ketiga, periwayat hadits ini lupa, barang kali wasiat tersebut adalah wasiat untuk berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah, atau wasiat tentang pengiriman tentara Usamah Bin Zaid radhiyallahu'anhuma, atau wasiatnya dalam sabda beliau: "Jagalah shalat dan budak-budak kalian."
Walaupun penyakit yang diderita Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat parah,akan tetapi beliau masih sempat menunaikan semua shalatnya bersama jama'ah para sahabatnya hingga hari itu, yakni hari kamis, empat hari sebelum wafat, dan pada hari itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menunaikan shalat maghrib bersama mereka, pada saat itu beliau membaca surat "al-Mursalat." (HR. al-Bukhari dari Umu Fadhl Bab Sakitnya Nabi)
Pada waktu isya', sakit Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam smakin parah, hingga beliau tidak bisa ke masjid.'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya:"Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?"Kami menjawab:"Belum wahai Rasulullah, akan tetapi mereka menunggumu." Beliau berkata:"Siapkanlah untukku air di bejana." Kami pun melaksanakannya, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mandi, ketika hendak bangkit beliau pingsan, dan tak lama kemudian beliau sadar, dan bertanya:"Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?." Maka terjadilah untuk kedua dan ketiga kalinya apa yang terjadi sebelumnya, yakni mandi kemudian pingsan ketika hendak bangkit. Beliau menyuruh orang supaya Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjadi imam. Pada hari-hari tersebut Abu Bakar radhiyallahu 'anhu mulai shalat bersama mereka.(hadits mutafaq 'alaihi)
Pada hari-hari itu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu telah menjadi imam sebanyak tujuh belas kali waktu shalat selama hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu shalat 'isya pada hari kamis, shalat shubuh pada hari senin dan lima belas waktu shalat (yang lainnya) di antara hari-hari tersebut.
'Aisyah radhiyallahu 'anha telah meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiga atau empat kali untuk memberhentikan AbuBakar menjadi imam, supaya orang-orang tidak merasa pesimis (merasa sial) dengannya. (untuk lebih jelasnya lihat Shahih al-Bukhari beserta Fathul Bari hadits ke 4445), akan tetapi beliau menolaknya dan berkata:"Sesungguhnya kalian (seperti) wanita-wanita yang merayu Yusuf 'alaihissalam, suruhlah Abu Bakar untuk tetap shalat bersama orang-orang (sebagai imam).(HR.al-Bukhari)
Dalam kisah 'Aisyah ini juga terdapat dalil tentang kesungguhan dan semangat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam -di sela-sela wasiat beliau yang berharga yang disampaikan kepada para sahabat yang mulia, dan kepada umat Islam stelah mereka- dalam mengokohkan/menguatkan Aqidah Islam yang benar, padahal saat itu beliau sedang di ambang perpisahan dengan para sahabat beliau shallallahu 'alaihi wasallam

Tiga Hari Sebelum Wafat
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata:

???? ????? ??? ???? ???? ???? ??? ???? ????? ??? ?????:? ?(???? ?? ???? ??? ???? ??? ??? ???? ????? ??????)??
"Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tiga hari sebelum wafatnya beliau:"Ketahuilah tidak boleh seseorang dari kalian meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Betapa indahnya wasiat beliau ini, dan ini adalah sesuai dengan hadits qudsi, yang di dalamnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

??? ??? ?? ???? ??
"
Aku sebagaimana persangkaan hamba-Ku kepada-Ku" 

Dua Atau Sehari Sebelum Wafat
Pada hari sabtu atau hari ahad Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, merasakan penyakit pada dirinya berkurang, beliau keluar dengan dipapah dua orang untuk menunaikan shalat zhuhur, sedangkan ketika itu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu tengah melakukan shalat bersama para sahabat (sebagai imam), ketika Abu Bakar radhiyallahu 'anhu melihat beliau ia bergerak mundur. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat dengan kepalanya agar dia tidak mundur, beliau berkata:"Dudukanlah saya di samping Abu Bakar." Kemudian mereka berdua mendudukkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam disebelah kiri, sehingga Abu Bakar radhiyallahu 'anhu, mengikuti shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (bermakmum kepada beliau), dan para sahabat mendengar takbir beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
Sehari Sebelum Wafat
Hari ahad, sehari sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang dimilikinya serta memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin. Di malam harinya 'Aisyah radhiyallahu 'anha, membawa lampunya kepada seorang tetangga perempuan. 'Aisyah berkata (kepada perempuan tersebut):"Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki untuk lampu kami ini."
Pada saat itu baju besi beliau masih tergadaikan kepada orang Yahudi dengan harga tiga puluh sha' gandum. (HR. al-Bukhari) 

Hari Ahad, sehari sebelum wafat, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang dimilikinya serta memberikan senjata-senjatanya kepada kaum Muslimin. Di malam harinya 'Aisyah radhiyallahu 'anha membawa lampunya kepada kepada seorang tetanggaperempuan. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata kepadanya:"Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki pada lampu kami ini."
Baju besi beliau pada saat itu masih tergadaikan kepada orang Yahudi dengan harga tiga puluh sha' (takaran) gandum.(HR. al-Bukhari hadits ke 2068,2096,2251 dll)

Hari Terakhir
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa pada saat kaum Muslimin shalat shubuh -pada hari senin dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjadi imam mereka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam secara tiba-tiba mengagetkan mereka dengan membuka tirai kamar 'Aisyah untuk melihat mereka, sedangkan mereka berada pada barisan (shaf) shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum tertawa, maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu pun mundur ke belakang untuk bergabung dengan shaf, karena mengira bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin keluar untuk menunaikan shalat. Anas radhiyallahu 'anhu berkata:"Hampir saja kaum Muslimin tergoda (hingga membatalkan shalat) karena bahagia dengan munculnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat denga telunjuknya kepada mereka agar menyempurnakan shalat. Setela itu, beliau masuk ke kamar dan menurunkan/menutup tirainya. (HR.al-Bukhari bab Sakitnya Nabi II/640). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mendapati lagi waktu shalat yang berikutnya.
Ketika beranjak waktu Dhuha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggil Fathimah radhiyallahu 'anha, kemudian membisikkan kepadanya sesuatu, dan ia pun menangis.Kemudian memanggilnya lagi dan membisikkan sesuatu yang lainnya, ia pun tertawa. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,'Kami menanyakan (kepada Fathimah) tentang hal itu, yakni pada hari-hari berikutnya, dan Fathiman radhiyallahu 'anha menjawab:"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membisikkan keapadaku bahwa bwliau akan meninggal dunia pada sakit yang beliau derita [pada saat itu, sehingga aku menangis, dan membisikkan kepadaku bahwa aku yang pertama kali dari keluarganya yang mengikutinya (meninggal) sehingga aku tertawa."(HR.al-Bukhari II/638). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan kabar gembira kepada Fathimah radhiyallahu 'anha bahwa ia adalah penghulu para wanita di dunia. (Riwayat lain menyebutkan bahwa dialog dan kabar gembira tersebut terjadi bukan pada har terakhir hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi terjadi pada minggu terakhir. Rahmah lil 'Alamin I/282)
Fathimah telah melihat penderitaan berat yang tengah dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia berkata:"Betapa menderitanya Engkau wahai ayahku." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"Tidak ada cobaan lagi yang akan menimpa ayahmu setelah hari ini." (HR.Bukhari II/641)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggil al-Hasan dan al-Husain radhiyallahu'anhuma, kemudian mencium keduanya dan berwasiat kepada mereka untuk selalu berbuat baik. Selanjutnya beliau memanggil istri-istri beliau kemudian menasehati mereka dan mengingatkan mereka.
Penyakit Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam semakin parah dan bertambah berat, dan muncul (pada tubuhnya) pengaruh racun yang pernah beliau makan pada saat perang Khaibar (yaitu racun yang dimasukkan ke dalam daging kambing yang diberikan kepada baliau), dan beliau berkata:"Wahai 'Aisyah! Aku masih merasakan sakit (akibat racun) makanan yang aku makan pada saat perang Khaibar, sehingga pada saat ini aku merasakan urat nadiku terputus karena racun tersebut."
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menutupkan pakaiannya ke wajahnya, kemudian membukanya kembali dan berkata di mana ini merupakan akhir perkataan dan wasiat yang disampaikannya kepada manusia:"Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasharani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid." beliau mengingatkan akan sesatnya perbuatan mereka,"Tidak boleh ada dua agama di bumi Arab ini."Kemudian beliau berwasiat kepada manusia, seraya berkata:"Jagalah shalat! Jagalah shalat!, dan budak-budak kalian (jangan sekali-kali kalian abaikan)." Beliau mengulang-ulangnya hingga beberapa kali. 

Detik-Detik Kematian
Detik-detik kematian telah tiba, 'Aisyah radhiyallahu 'anha menyandarkan tubuh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepadanya, ia berkata:"Termasuk nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dinerikan kepadaku, adalah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat di rumahku, di antara paru-paruku dan tanggorokanku, Allah mengumpulkan antara ludahku dan ludahnya pada saat kematiannya. Abdurrahman bin Abu Bakar masuk, di tangannya ada sepotong siwak, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersandar pada tubuhku, aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memandang siwak tersebut dan aku tahu bahwa ia menyukai siwak, aku berkata kepadanya:"Maukah aku ambilkan untukmu?." Beliau menganggukkan kepalanya bertanda mengiyakan, kemudian aku berikan siwak tersebut kepadanya, akan tetapi siwak tersebut sangat keras baginya, sehingga aku bertanya kepadanya:"Maukah aku lunakkan untukmu?"Beliau mengisyaratkan dengan kepalanya bertanda mengiyakan, maka aku pun melunakkannya, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggosokannya pada giginya. Di dalam sebuah riwayat lainnya disebutkan, bahwa beliau bersiwak dengan sebaik-baiknya sebagaimana kita lakukan. Di depan beliau ada sebuah bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut kemudian mengusapkannya ke wajahnya kemudian berkata:"Laa ilaaha illallah, sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat."(HR. al-Bukhari, Shahih Bukhari bab Sakitnya Nabi II/640)
Tak berapa lama selesai bersiwak, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tangan atau jarinya dan menatapkan pandangannya kea tap, kedua bibirnya bergerak, dan 'Aisyah radhiyallahu 'anha mendengarkannya, beliau shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"Bersama-sama dengan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat, yaitu: para Nabi, para shidiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. Ya Allah, ampunilah dan kasihanilah aku, pertemukan aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi, Ya Allah kekasih Yang Maha Tinggi."(Shahih Bukhari, bab Sakitnya Nabi dan bab Petkataan terakhir yang diucapkan Nabi II/638,639. 640,641). Beliau mengulangi kalimat yang terakhir ini tiga kali, kemudian tangannya miring dan beliau pun akhirnya berjumpa dengan kekasih Yang Maha Tinggi, Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun.
Kejadian ini berlangsung pada saat waktu dhuha sedang panas-panasnya, yaitu pada hari senin 12 Rabi'ul awwal tahun 11 hijriyah, umur beliau saat itu telah mencapai 63 tahun lebih empat hari. 

Puncak Kesedihan Para Sahabat
Tersebarlah berita yang menyedihkan itu, langit dan penjuru kota Madinah pun menjadi kelabu. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:"Aku tidak mendapatkan hari yang lebih indah dan lebih bercahaya dari pada hari kala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memasuki kota Madinah, dan aku tidak pernah mendapatkan hari yang lebih buruk dan lebih gelap dari pada hari ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat." (Diriwayatkan oleh ad-Darimi dalam Misykatul Mashabih II/547)
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat, Fathimah radhiyallahu 'anha berkata:"Wahai ayahku yang telah memenuhi panggilan Tuhannya, wahai ayahku yang Surga Firdaus menjadi tempat tinggalnya, wahai ayahku, kepada Jibril 'alaihissalam kami mengadukan kematian ini."(Shahih al-Bukhari bab Sakitnya Nabi II/641) 

SIKAP SAHABAT ATAS WAFATNYA RASULULLAH
Sikap Umar radhiyallahu 'anhu
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berdiri dan berkata:"Sesungguhnya beberapa orang dari kaum munafiq beranggapan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tela wafat! Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu tidak mati, akan tetapi beliau pergi menemui Rabb/Tuhannya sebagaimana Musa 'alaihissalam pergi mengahadap Rabbnya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian akan kembali lagi kepada mereka setelah sebelumnya dikabarkan telah mati. Demi Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam benar-benar akan kembali sungguh dia akan memotong tangan dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati."(Ibnu Hisyam II/655)

Sikap Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu datang dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampung Sanah, kemudian ia turun dan masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada mereka yang hadir, hingga masuk ke bilik 'Aisyah radhiyallahu 'anha dan menuju ke tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang ditutupi dengan kain lebar. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu membuka wajah beliau, kemudian menundukkan kepala kepadanya, lalu menciumnya dan menangis. Selanjutnya ia berkata:"Ayah dan ibuku, sebagai tebusan bagimu Allah tidak akan menyatukan padamu dua kematian, adapu kematian yang telah ditetapkan oleh Allah atasmu telah engkau alami."
Kemudian Abu Bakar radhiyallahu 'anhu keluar, sedangkan Umar tengah berbicara dengan orang-orang yang hadir di masjid, Abu Bakar berkata:"Duduklah wahai Umar!" Akan tetapi Umar tidak mau duduk. Kemudian Abu Bakar membaca kalimat syahadat, sehigga orang-orang mengerumuninya dan meninggalkan Umar radhiyallahu 'anhu. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata:"Amma ba'du, barang siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya beliau telah mati! Dan barang siapa di antara kalian yang menyembah Allah sesungguhnya Allah itu Maha hidup dan tidak akan mati. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

????? ????????? ?????? ???????? ???? ?????? ??? ???????? ????????? ??????? ?????? ???? ?????? ???????????? ????? ????????????? ????? ????????? ????? ?????????? ????? ??????? ????? ??????? ??????????? ????? ????????????? {144}
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". (QS.Ali-Imran:144)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma berkata:"Demi Allah! Sungguh seakan-akan para Sahabat pada pada saat itu tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini, kecuali setelah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu membacanya, kemudian semua orang mendengarnya dari Abu Bakar, dan aku tidak mendengar seorang pun dari manusia kecuali ia membacanya."
Ibnul Musayyib rahimahullah berkata, Umar radhiyallahu 'anhu berkata:"Demi Allah! Tidaklah aku mendengar Abu Bakar radhiyallahu 'anhu membacanya, kecuali aku tercengang hingga kedua kakiku tak mampu lagi menyanggaku, kemudian aku terjatuh ke tanah pada saat ia membacanya, pada saat itu baru aku menyadari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah wafat

 Tangisan Ummu Aiman Atas Wafatnya Rasulullah
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:"Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata kepada 'Umar radhiyallahu 'anhu:'Mari kita pergi menemui Ummu Aiman radhiyallahu 'anha (beliau adalah pengasuh dan pembantu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau masih kecil), untuk mengunjunginya, sebagaimana dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengunjunginya.'Ketika kami menjumpainya, (kami dapati) Ummu Aiman radhiyallahu 'anha sedang menangis. Lalu keduanya (Abu Bakar dan 'Umar radhiyallahu'anhuma) bertanya:'Apa yang membuatmu menangis? Bukankah apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?' Ummu Aiman radhiyallahu 'anha menjawab:'Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, namun akau menangis karena turunnya wahyu dari langit telah terhenti'.Ternyata ucapan tersebut telah memancing keduanya untuk ikut menangis. Lalu keduanya pun ikut menagis bersamanya. Dalam kesempata ini penulis mengatakan:
Wahai Ummu Aiman .engkau menangis, sedangkan kami
Bersenang-senang dan bersenda gurau tanpa kesopanan
Engkau tidak menyaksikan hadits- hadits dipalsukan dan didustakan
Engkau tidak sempat mendengar kan lagu dan alat-alat musik dialunkan
Engkau tidak menyaksikan arak- arak diminum, atau zina dilakukan
Engkau tidak melihat bencana yang telah menimpa kami
Engkau tiak melihat berbagai hawa nafsu dan bid'ah yang menyesatkan
Seandainya bukan karena kematianmu niscaya engkau
Akan menyaksikan dari kami hal yang mengherankan
Engkau tidak mengetahui ulah musuh dan antek-antek mereka
Inilah kami, bertekuk lutut di hadapan kaum Yahudi
Hatiku terbakar karena terpecahnya persatuan kami
Semua urusanmu, wahai ummatku layaknya sebuah permainan
]Demi Allah, tangisan itu tidak mengenali jalan kami
Meskipun dipaksa untuk menangis namun tangisan itu tidak mempunyai kaitan dengnnya 


Musyawarah di Saqifah Bani Sa'idah
Ibnu Ishaq meriwayatkan, bahwa Umar bin Khathab ra. berkata, 'Sesungguhnya, di antara berita mengenai kami ketika Allah mewafatkan Nabi-Nya saw. ialah tentang kaum Anshar yang berselisih pendapat dengan kami. Mereka berkumpul dengan para pembesarnya di ruang pertemuan (saqifah) Bani Sa'idah. Di waktu itu, Ali bin Abu Thalib dan Zubair bin Awwam serta orang-orang yang menyertai mereka berdua tidak ikut hadir bersama kami, sedangkan kaum Muhajirin berkumpul di tempat Abu Bakar. Aku berkata kepada Abu Bakar, 'Marilah kita berangkat kepada saudara-saudara kita kaum Anshar itu.'
Kami pun berangkat dengan diikuti kaum Anshar yang shaleh. Kedua orang itu menuturkan kepada kami apa yang sedang dirundingkan oleh orang-orang itu, lalu bertanya, 'Hendak ke manakah kalian, hai orang-orang Muhajirin?'
Kami menjawab, 'Kami hendak menemui saudara-saudara kita kaum Anshar itu.'
Kedua orang itu berkata, 'Kalian tidak perlu ke sana. Janganlah kalian dekati mereka, hai kaum Muhajirin. Urusi saja urusan kalian.'
Tapi tetap saya katakan , 'Demi Allah, kami harus mendatangi mereka.' Karena itu, kami terus jalan, hingga sampailah kami ke Saqifah Bani Sa'idah. Ternyata, di tengah mereka di tengah ada seorang lelaki yang berselimut. Kami pun menanyakannya, 'Siapa ini?' Mereka menjawab, 'Sa'ad bin Ubadah'.
'Kenapa dia?' tanyaku pula. Mereka katakan, 'Dia sedang sakit'.
Tatkala kami telah duduk, tampillah juru bicara mereka, lalu disanjungnya Allah dengan sanjungan yang sepatutnya, kemudian berkata, 'Amma ba'du, kami adalah para penolong Allah dan pasukan Islam, sedangkan kalian, hai kaum Muhajirin, adalah salah satu regu dari pasukan kami. Memang, serombongan dari kalian telah mengikuti perjalanan kami.'
Ternyata, mereka memang hendak mendesak kami dari tempat kami yang asli dan hendak merampas urusan ini dari kami. Tatkala juru bicara itu diam, sesungguhnya aku hendak berbicara karena dalam hatiku, aku pun telah menyusun kata-kata yang aku kira cukup indah. Aku ingin mengutarakannya di hadapan Abu Bakar. Aku memang sudah pernah membujuknya agak keras mengenai masalah ini, tapi Abu Bakar berkata, 'Tenanglah hai Umar'. Karena itu aku tidak ingin membuatnya marah.
Akhirnya, Abu Bakarlah yang berbicara dan dia memang lebih alim dan lebih khusyuk dariku. Demi Allah, dia tidak melewatkan satu kata pun yang aku anggap baik, yang telah aku susun dalam hatiku tadi. Semuanya itu dia katakan begitu lancar, atau seperti itulah, dan lebih baik lagi, hingga akhirnya dia berhenti bicara.
Dia berkata, 'Apa yang kalian katakan mengenai kebaikan yang ada pada diri kalian, itu memang benar. Akan tetapi, seluruh bangsa Arab takkan mengakui urusan ini kecuali sebagai milik kabilah Quraisy ini. Mereka adalah kabilah Arab paling unggul, baik nasab maupun negerinya. Sesungguhnya, aku telah rela untuk kalian, salah seorang dari kedua orang ini. Karenanya, berbai'atlah kalian kepada mana saja dari keduanya yang kalian suka, 'demikian kata Abu Bakar sambil memegang tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin Jarrah, sedangkan dia sendiri duduk di antara kami berdua.
Akhirnya, terjadilah kegaduhan dan terdengarlah teriakan-teriakan keras sehingga saya khawatir akan terjadi perkelahian. Karena itu, saya katakan, 'Rentanglah tanganmu, hai Abu Bakar'. Dia pun merentangkan tangannya, lalu aku berbai'at kepadanya. Selanjutnya, orang-orang Muhajirin pun berbai'at kepadanya. Selanjutnya, disusul pula oleh orang-orang Anshar, mereka berbai'at kepada Abu Bakar".
Diriwayatkan pula dari Anas bin Malik ra., "Setelah Abu Bakar dibai'at di Saqifah, esok harinya, dia duduk di atas mimbar. Bangkitlah Umar dan berbicara dengan menghadap kepada Abu Bakar. Dipujinya Allah dan disanjungnya dengan pujian dan sanjungan yang sepatutnya, kemudian dia berkata, 'Hai manusia, sesungguhnya aku telah mengucapkan kepada kalian suatu kata-kata kemarin, yang tidak saya temukan dalam Kitab Allah dan bukan pula merupakan suatu janji yang pernah dijanjikan kepadaku oleh Rasulullah saw. Tetapi saya benar-benar yakin bahwa Rasulullah saw. sebenarnya hendak mengatur juga urusan kita ini. Sesungguhnya, Allah pun telah membuat Kitab-Nya tetap berada di tengah kalian, yang dengan itu Allah dan Rasul-Nya telah memberi petunjuk. Jadi, jika kalian berpegang teguh dengannya, niscaya Allah memberimu petunjuk kepada apa yang telah Dia tunjukkan kepadamu. Dan sesungguhnya, Allah telah mempersatukan pendapat kalian atas seorang yang terbaik di antara kalian, yaitu sahabat Rasulullah saw., yang merupakan salah satu dari dua orang bersahabat tatkala keduanya berada dalam sebuah gua. Karena itu, bangkitlah kalian dan berbai'atlah kepadanya'.
Atas anjuran Umar itu, orang-orang pun berbai'at kepada Abu Bakar secara lebih umum, setelah dia dibai'at di Saqifah kemarin."
Wafatnya Rasulullah saw. adalah cobaan terbesar yang dialami masyarakat Islam pertama dalam hidup mereka. Cobaan yang pertama mereka derita di Uhud dan paling berat adalah tentang kematian Nabi saw. Allah Ta'ala berfirman,
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". (QS. 3:144)
Tak pernah terpikir dalam benak kaum mukminin bahwa gelombang kemurtadan itulah yang menjadi tafsiran nyata dari kata-kata "berbalik kebelakang" pada ayat tersebut. Akan tetapi, besarnya cobaan ini melanda perasaan orang Islam justru pada saat ia merasa tenang bahwa pimpinannya adalah Rasul Allah Pemelihara alam semesta, dan bahwa pemimpin itu adalah junjungan anak cucu Adam, sehingga tidak ada sesuatu yang perlu dicemaskan atau dikhawatirkan sesudah itu.
Demikianlah pengaruh dari pembinaan yang agung dan iman yang mantap. Ia tampak nyata pada saat terjadinya cobaan-cobaan terbesar, yang menggoncangkan hati para pahlawan dan para tokoh besar, manakala prinsip telah terpisah dari tokoh besar itu. Dengan pembinaan yang baik dan keimanan yang mantap, prinsip itu akan tetap lekat dan prinsip itulah yang menjadi perekat umat. Pada contoh ini, sekalipun al-Faruq al-akbar Umar Ibnul Khaththab ra. tidak tahan terhadap benturan yang teramat dahsyat yaitu wafatnya Nabi saw., namun Abu Bakar ash-Shiddiq ra. ternyata masih mampu menghindarkan kaum muslimin dari bencana terbesar, sehingga Islam masih tetap asli selama lima belas abad sampai kini, sebagai agama tauhid.
Akhirnya, terjadilah pertemuan itu di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, di mana kaum Anshar berpendapat bahwa mereka lebih berhak memimpin negara sepeninggal Rasulullah saw. karena Madinah memang negeri mereka dan Nabi saw. hanyalah pendatang yang berlindung kepada mereka serta telah memilih mereka sebagai pelindung, tidak memilih kabilah lain mana pun di muka bumi. Dengan demikian, berarti kaum Muhajirin hanya pengikut mereka.
Demikianlah kata kaum Anshar dan alasan mereka. Sementara itu pendirian kaum Muhajirin adalah didasarkan pada alasan bahwa Nabi saw. itu dari kaum Quraisy, padahal seluruh bangsa Arab hanya mau tunduk kepada kaum Quraisy karena merekalah para perawat dan pemelihara Baitullah al-Haram.
Untuk memperoleh perimbangan antara dua pendirian tersebut, setelah mendengar alasan yang disampaikan oleh masing-masing pihak, muncullah solusi kedua, "Dari kami ada seorang Amir dan dari kalian ada pula seorang Amir."  Akan tetapi, pendapat ini ditolak oleh kaum Muhajirin, melebihi usulan mereka yang pertama, karena tidaklah mungkin ada dua pedang berkumpul dalam satu sarung. Karena itulah, Abu Bakar menjawab kepada mereka, "Hai sekalian kaum Anshar, sesungguhnya kalian telah menjadi orang-orang yang pertama-tama memberi pertolongan. Karenanya, janganlah kalian menjadi orang-orang yang pertama-tama mengganti dan mengubah."
Ternyata kata-kata Abu Bakar ini sangat efektif, melebihi ketajaman pedang. Kata-kata ini telah berhasil mengembalikan kesadaran kaum Anshar bahwa mereka adalah para penolong Allah dan Rasul-Nya, maka mengapakah tidak rela menjadi para penolong khalifah beliau sepeninggalnya?
Kenyataannya, Rasulullah saw. sebelum wafatnya memang pernah berwasiat mengenai kaum Anshar ini,
???????????? ??? ??????????? ??????????? ???????? ?? ??????????, ?? ??? ???????  ??????? ?????????? ?? ?????? ??????? ?????? ???????????? ???? ????????????, ?? ???????????? ???? ????????????.
"Aku wasiatkan kepada kalian, (berbuat baiklah) kepada kaum Anshar karena mereka itu (seumpama) perutku dan koporku. Mereka telah menunaikan kewajiban mereka. Jadi, mereka tinggal menerima haknya. Maka, terimalah (kebaikan) orang yang berbuat baik dari kalangan mereka dan maafkan (kesalahan) orang yang berbuat kesalahan dari kalangan mereka
Kaum Mujahirin menangkap isyarat bahwa wasiat yang berkenaan dengan kaum Anshar ini mengandung arti bahwa sampai kapan pun mereka akan tetap menjadi para penolong, sebagaimana dinyatakan dalam riwayat lainnya,

????? ???????? ????????????, ?? ??????? ???????????? ?????? ??????????? ??????????? ??? ??????????.
"Sesungguhnya, manusia semakin banyak, tapi kaum Anshar justru berkurang, sehingga akhirnya menjadi seperti garam dalam makanan."
Selanjutnya, dilakukanlah langkah ketiga yang lebih tegas, yaitu ajakan Abu Bakar ra. untuk membai'at salah seorang dari dua laki-laki. Tetapi yang terjadi kemudian, pembai'atan justru berbalik kepada dirinya sendiri. Dia dibai'at oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara terbatas di Saqifah, kemudian dibai'at lagi secara luas di masjid.
Sesungguhnya, pemilihan khalifah yang terselenggara begitu cepat, hanya beberapa saat saja sesudah wafatnya Nabi saw., jelas-jelas menunjukkan betapa kokohnya masyarakat Islam di waktu itu dan betapa sentosa serta kuatnya persatuan mereka. Karenanya, perlu diingatkan di sini bahwa semakin lemah dan tercabik-cabiknya suatu masyarakat akan membuat pemilihan pemimpin semakin sulit dan rumit. Memang, dapat kita saksikan di berbagai cabang gerakan bersenjata Islam, setelah diguncangkan oleh cobaan besar, pimpinan yang terpilih harus menghadapi berkali-kali terpaan angin kencang, yakni menghadap sikap-sikap tegang, bahkan di dalam tempo dua tahun berturut-turut pimpinan ini jatuh sampai empat kali.
Kalau kedua contoh tersebut kita bandingkan satu sama lain, akan kita rasakan betapa pentingnya kesatuan, persatuan, dan jalinan yang kuat dari suatu masyarakat, sehingga tidak mudah dicerai-beraikan.


Mempersiapkan dan Melepas Kepergian Jasad Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Yang Mulia.
Telah terjadi perselisihan dalam masalah kekhilafahan, sebelum mereka, para Sahabat radhiyallahu'anhum mengurus jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga berlangsung dialog, diskusi, perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar di Saqifah kebun Bani Saa'idah, dan akhrinya mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar radhiyallahu 'anhu sebagai kahalifah. Dan hal ini berlangsung sepanjang hari senin hingga masuk waktu malam, kemudian mereka sibuk mengurusi jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, hingga akhir malam (malam selasa) mendekati shubuh jasad beliau yang diberkahi masih berada di kasur tertutup kain, dan pintunya ditutup bagi orang lain kecuali keluarganya.
Hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas pakaiannya, orang-orang yang memandikannya adalah Al-'Abbas, Ali, al-FAdhl bin al-Abbas, Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Usamah bin Zaid dan Aus bin Khouli radhiyallahu'anhum. Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad belau, sedangkan Usamah dan Syaqran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus yang menyandarkan beliau ke dadanya.
Beliau dibasuh dengan air dan bidara tiga kali basuhan, dan dimandikan dengan air dari sebuah sumur yang bernama al-Ghars milik Sa'd bin Haitsamah di Kuba' yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminum air dari sumur tersebut.(lihat Thabaqat Ibnu Sa'd II/277-281)
Kemudian mereka mengkafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna putih, terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka memakaikan kafan tersebut kepada beliau satu persatu secara berlapis.
Mereka bersellisih tentang tempat pemakamannya, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata:"Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Tidaklah seorang Nabi wafat, kecuali dikubur di tempat ia wafat." Maka Abu Thalhah mengangkat kasur yang dipakai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada saat meninggal, kemudian ia menggali tanah yang ada di bawahnya, dan membentuk liang lahad.
Orang-orang memasuki kamar secara bergantian sepuluh-sepuluh. Mereka menshalatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam secara sendiri-sendiri tanpa ada seorang pun yang mengimami mereka. Pertama kali yangmenshalatka adalah keluargany, kemudian orang-orang Muhajirin, setelah itu orang-orang Anshar. Para wanita menshalatkannya setelah kaum pria, setelah itu anak-anak kecil, atau anak-anak kecil dahulu kemudian para wanita.
Hal itu berlangsung pada hari selasa dan terus berlaluhingga tiba malam Rabu, 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:"Kami tidak mengetahui berlangsungnya pemakaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecual setelah kami mendengar suara cangkul di tengah malam."Di dalam sebuah riwayat disebutkan "pada akhir malam Rabu.

Wafatnya Rasulullah Adalah Musibah Terbesar
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma dan Sabith al-Jumahi radhiyallahu 'anhu mereka berkata:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

(( ??? ???? ????? ?????? ???????????? ??,????? ???? ???????))
"Apabila salah seorang di antara kalian ditimpa musibah, maka hendaknya ia mengingat musibah yang ia alami dengan (wafatnya) diriku. Karena sesungguhnya wafatku adalah musibah yang paling besar." (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad, ad-Darimi dan lainnya. Hadits ini shahih dengan dukungan/penguat hadits-hadits yang lainnya sebagaimana disebutkan dalam ash-Shahihah no.1106)
Melalui hadits di atas, jelaslah bagi kita bahwa wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah musibah terbesaryang telah terjadi dan akan terus dialami oleh seluruh ummat Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta kita untuk mengingat kembali atas wafat dan kepergian beliau pada saat kita mengalami musibah, karena dengan cara demikianlah segala musibah yang kita alami akan terasa ringan.
Tidak seorang pun kekasih, orang yang kita cintai, kerabat, atau sahabat pergi meninggalkan kita, melainkan hati kita akan merasakan sakit dan pilu karena berpisah dengannya. Namun, pernahkah kita merasakan hal tersebut pada saat kita merasakan kepergian dan wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Bagaimana seandainya seseorang kehilangan seluruh anggotakeluarganya? Saat itu hatinya terasa terbakar dan pilu, dan air matanya melahirkan kesedihan. Lalu, tidak lama kemudian ia menikah lagi, dan beberapa tahun setelah itu salah seorang anaknya (dari istri kedua) meninggal kedua. Bagaimana kiranya kesedihan dan kepiluan hatinya jika dibandingkan dengan musibah pertamanya? Bukankah kesedihan tersebut terasa lebih ringan dan musibah yang ia hadapi terlihat lebih kecil?
Demikianlah seharusnya kita menghibur diri kita tiap kalli diuji dengan musibah, yaitu dengan mengingat musibah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah berpesan kepada kita dengan sabdanya:

?? ???? ?????????? ??? ?? ?????-???? ????????-???? ????????????? ??????? ?? ?? ??????? ???? ????? ????????? ???? ?? ???? ?? ???? ?????? ???? ??? ???? ?? ??????.
"Wahai sekalian manusia, barang siapa di antara kalian-atau di antara orang-orang yang beriman- ditimpa musibah, maka hendaklah ia menghibur dirinya dengan mengingat musibah wafatku, dibandingkan dengan musibah lain yang menimpa dirinya. Karena sesungguhnya seseorang dar umatku tidak akan ditikpa musibah yang lebih besar dari pada musibah atas wafatnya diriku. (HR. Ibnu Majah, dai 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Shahih Sunan Ibnu Majah no.1300)
Seandainya kita merenungi kalimat ?????? (hendaknya dia menghibur diri), niscaya kita akan menemukan obat dan penyembuhan padanya, dan sesungguhnya kalimat tersebut adalah rangkaian huruf-huruf yang dapat mengobati jiwa yang sedang duka. Bagaimana seandainya seseorang kehilangan kedua orang tua tercintanya dalam sebuah kecelakaan mobil, misalnya? Bukankah dampak dari musibah tersebut akan terus ada dalam hatinya sepanjang masa? Bagaimana seandainya ia kehilangan ibunya atau istrinya atau anaknya? Lalu, bagaimana dengan diri kita yang telah ditimpa musibah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam namun kita tidak merasakannya?
Sesungguhnya musibah ini harus dianggap sebagai musibah yang besar, terlebih setelah kita mendengar sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

)) ?? ???? ????? ??? ???? ??? ???? ?? ???? ?????? ?????? ?????? (( ????? ????????????
"Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, bapaknya dan manusianya." (HR.al-Bukhari no.15 dan Muslim no. 44)
Seolah-olah makna yang nampak dari redaksi di atas adalah:"Tidaklah sempurna keimanan seseorang di antara kalian hingga musibah wafatnya diriku menjadi lebih besar baginya daripada musibah yang menimpa dirinya karena kehilangan anaknya, kedua orang tuanya atau manusia seluruhnnya".
Di manakah rasa sedih itu kini berada? Dan di manakah-Demi Rabb kalian- kedukaan itu kini bersemayam? Begitulah seharusnya perasaan seorang Mukmin sejati. Sesungguhnya penulis melihat bahwa kepergian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah salah satu musibah dalam agama. Siapa pun yang pergi meninggalkan Anda, sesungguhnya semua itu lebih ringan bila dubandingkan dengan kehilangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

bersabarlah atas setiap musibah, dan tegarlah.
ketahuilah sesungguhnya tiap jiwa tidak akan abadi.
jika engkau ingin menghibur dirimu dengan sebuah musibah.
maka ingatlah musibahmu atas wafatnya Nabi.

Pernahkan engkau kehilangan ibu? Apakah engkau selalu ingat saat ia wafat -yaitu ketika engkau meratapinya- bahwa ia telah mengeluarkanmu dari gelapnya alam rahim kepada terangnya dunia, dan ia telah memelihara sertya merawat dirimu?
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyelamatkan dirimu -melalui dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam- dari gelapnya kesesatan menuju cahaya petunjuk/hidayah dan tauhid. Dan hal ini -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- merupakan pertolongan begimu agar selamat dari kehidupan yang kekal di Neraka. Apakah dengan air susu ibumu, kasih saying juga kelembutannya engkau dapat terselamatkan dari kehidupan yang kekal di Neraka?
Demi Allah, seandainya saya (penulis) mempunyai seribu orang ibu yang menyayangi dan mengasihi seperti halnya ibu kandung saya sendiri, kemudian mereka semua meninggal dunia dalam satu hari yang sama, niscaya kesedihanku atas kepergian mereka tidak akan melebihi kesedihanku atas wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Apakah engkau pernah kehilangan seorang anak? Apakah tangisanmu atas kepergiannya semakin menjadi-jadi ketika engkau teringat kepada bantuan dan pertolonganya, serta kasih saying dan baktinya? Sebesar apapun semua itu, namun ia tidak akan dapat mencapai apa yang telah dipersembahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- membuat kita dapat masuk Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, dan di dalamnya kita akan hidup abadi serta memperoleh segala kenikmatan.
Kita memperoleh kebahagiaan dengan adanya bantuan anak-anak kita dan kasih sayang mereka pada tahun-tahun yang lalu. Akan tetapi, kenikmatan Surga itu tidak ada batas dan akhirnya. Lalu tidakkah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lebih berhak membuat kita sedih dibandingkan dengan kematian orang selain beliau? Bukankah hal itu lebih pantas untuk kita ingat dari pada mengenang mereka yang telah meninggalkan kita, baik anak-anak, keturunan, maupun orang-orang yang kita cintai
Sanggahan terhadap orang yang mengatakan bahwa wafatnya Nabi bukanlah suatu musibah, sebab Al-Qur'an dan As-Sunnah sudah berada di tangan kita
Mereka mengatakan:"Inilah Kitabullah yang mulia, dan inilah Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang suci, lalu apa yang harus kita khawatirkan dari wafatnnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Pertanyaan seperti ini telah dijawab sendiri oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Mari kita simak jawabannya: Dari Zaid bin Labid radhiyallahu 'anhu, ia berkata:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyebutkan sesuatu. Beliau bersabda:' Hal itu akan terjadi di saat ilmu mulai menghilang.'Aku bertanya:' Wahai Rasulullah, bagaimana ilmu itu bisa hilang, sedangkan kami membaca al-Qur'an, membacakannya kepada anak-anak kami, lalu anak-anak kami membacakannya kepada anak-anak mereka sampai hari Kiamat?! Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:'Semoga ibumu kehilangan dirimu! Sesungguhnya aku dulu mengira bahwa engkau termasuk orang yang paling faqih di Madinah. Bukankah orang Yahudi dan Nashrani juga membaca kitab Taurat dan Injil? Akan tetapi, mereka tidak mengamalkan sedikitpun yang ada di dalamnya!'"(HR. At-Tirmidzi. Ahmad, dan Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibnu Majah 3272 dan yang lainnya)
Maksud perkataaan 'Semoga ibumu kehilangan dirimu!, redaksi seperti ini biasa diucapkan untuk menunjukkan keheranan terhadap sesuatu, bukan untuk mendoakan keburukanbagi orang yang sedang diajak berbicara.
Di hadapan kita memang ada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Akan tetapi di manakah kini pengamalan terhadap keduanya? Di manakah upaya untuk mendakwahkannya? Bahkan, di manakah ilmu yang benar sebelum beramal dan berdakwah itu berada? Jadi, sebenarnya tidak ada tempat untuk pernyataan semacam ini, tidak ada sedikitpun kebenaran yang lahir dari perkataa, seperti ini.
Ummat ini telah ridha menjadikan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul, pemimpin, panglima, hakim dan pendidik. Namun, siapakah panglima yang dapat menyatukan ummat saat ini? Seandainya kita tahu bagaimana kehidupan dunia ini semasa hidup Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan bagaimana kehidupan tersebut berubah seperti saat ini! Pada masa beliau terdapat kemuliaan, kejayaan dan keluhuran, sedangkan saat ini kita berkubang dalam kegelapan. Kita mengharapkan belas kasih dari ummat-ummat yang besar; dan takut apabila mereka menindas dan menghancurkan kita.
Berita di dalam surat kabar selalu berbicara tentang segala yang menimpakita; pembinuhan, penjajahan, peperangan, perbudakan, konspirasi, dan berbagai macamrekayasa untuk menyerang ummat ini.Fanatisme kelompok yang dibenci bermunculan menggerogoti ummat, dan setiap kelompok merasa bangga dengan apa yan mereka miliki.
Dengan mengatasnamakan Islam, Agama ini, para ulama, dan para da'I diserang. Dengan mengatasnamakan Ahlul Bait keluarga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dicaci maki. Keyakinan orang semakin beraneka ragam, saling berselisih, bertentangan, dan berbenturan. Orang yang menginginkan Surga semakin sedikit, sedangkan pemburu Neraka semakin bertambah jumlahnya.
Hadits yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam didustakan, sehingga untuk membedakan antara yang shahih (kuat) dan yang dha'if (lemah) menjadi sesuatu yang sulit dilakukan orang. Sementara itu, menyelisihi hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadihal yang mudah dilakukan oleh setiap orang yang menuruti hawa nafsunya.
Perbuatan bid'ah disucikan, seolah-olah ia merupakan pilar agama dan salah satu rukun islam! Orang yang berpegang kepada as-Sunnah dianggap sebagai pelaku bid'ah, sedangkan pelaku bid'ah dianggap sebagai pejuang Sunnah! Otak-otak yang merekayasa dan merencanakan maker semakin banyak. Islam ditunggangi olah para budak nafsu dan perkara-perkara yang syubhat (samar). Orang yang santun (sabar) pun kebingungan dan kacau pikirannya.
Antara kita dengan pemahaman yang benar terbentang padang sahara tandus yang membuat leher-leher setiap binatang tunggangan teputus. Seandainya seorang Khatib atau pemberi nasihat mengatakan kepada kita:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda", maka kita dituntut untuk mencaritahu keabsahan hadits tersebut, padahal kita tidak tahu, apakah kita akan bertemu dengan orang yang dikaruniai oleh Allah parameter yang benar dan teliti tentang ilmu ini ataukah tidak.
Apabila ternyata hadits itu shahih-namun sangat disayangkan, hanya sedikit darinya yang shahih-maka kita pun masih dituntu untuk memahami kandungannya dan segala apa yang dimaksudkannya. Kita juga masih harus menyelami lautan ilmu Ushul Fiqh agar kita keluar ketepiannya dengan membawa hasil (kesimpulan hukum), di samping juga dengan berpetualang di dunia bahasa (Arab) dan segala perbedaan serta pendapat-pendapat ulama ahli bahasa yang ada di dalamnya.
Lalu, ketika kita telah menyelesaikan tahap ini dan itu dengan aman, ternyata kita lupa untuk mengamalkan apa yang telah kita ketahui tersebut. Kita hanya diam dan tidak mendakwahkan sesuatu yang seharusnya kita dakwahkan. (kecuali bagi orang yang mendapatkan rahmat dari Allah, namun sedikit orang seperti mereka)
Bukankah semua musibah dan beban ini muncul sebagai salah satu akibat dari wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Bukankah ini merupakan salah satu dampak dari wafatnya Sahabatnya radhiyallahu'anhum?
Bukankah ini semua merupakan akibat dari tidak diamalkannya Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam ?











SHARE

About muwahid

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Translate