Detik-detik perpisahan
Pada saat dakwah telah sempurna dan Islam telah
menguasai situasi, tanda-tanda perpisahan dengan kehidupan dan dengan
orang-orang yang masih hidup mulai tampak terasa dalam perasaan beliau
shallallahu 'alaihi wasallam, dan semakin jelas lagi dari
perkataan-perkataan dan perbuatan beliau.
Pada bulan Ramadhan tahun 10 hijriyah, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf selama dua puluh hari, yang mana
pada tahun-tahun sebelumnnya beliau tidak pernah beri'tikaf kecuali sepuluh hari
saja, dan malaikat Jibril membaca dan menyimak bacaan al-Quran beliau sebanyak
dua kali (padahal di tahun-tahun sebelumnya hanya satu kali).
Pada haji wada' beliau shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda (artinya):"Sesungguhnya aku tidak mengetahui, barang
kali setelah tahun ini aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian dalam keadaan
seperti ini selamanya."Dan beliau juga berkata pada saat melempar jumrah
'Aqabah:"Tunaikanlah manasik (haji) kalian sebagaimana aku menunaikannya,
barang kali aku tidak akan menunaikan haji lagi setelah tahun ini."Dan telah
diturunkan kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada pertengahan
hari tasyriq surat an-Nashr, sehingga beliau mengetahui bahwa hal itu adalah
perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau untuk
selama-lamanya.
Di awal bulan shafar tahun 11 hijriyah, beliau
keluar menuju Uhud, kemudian melakukan shalat untuk para Syuhada' sebagai
(ungkapan) perpisahan bagi orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati.
Kemudian belaiu beranjak menuju mimbar untuk berpidato, beliau
berkata:"Sesungguhnya aku akan mendahaului kalian dan menjadi saksi atas
kalian. Demi Allah sesungguhnya aku sekarang benar-benar melihat telagaku, dan
telah diberikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan dunia atau kunci-kunci bumi,
dan demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan melakukan
kasyirikan sepeninggalku nanti, akan tetapi yang aku khawatirkan terhadap kalian
adalah kalian berlomba-lomba di dalam merebut kekayaan dunia."(HR. Bukhari
dan Muslim)
Pada pertengahan suatu malam, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menuju (kuburan) Baqi' untuk memohonkan
ampunan bagi para penghuninya, Beliau berkata:"Semoga Keselamatan atas
kalian, wahai ahli kubur, selamat atas apa yang kalian alami (pada saat ini)
sebagaimana yang telah dialami orang-orang sebelumnya. Fitnah-fitnah (berbagai
cobaan) telah datang bagai sepotong malam gelap gulita, yang silih berganti,
yang datang terakhir lebih buruk dari pada yang sebelumnya."Kemudian Beliau
memberikan kabar gembira kepada mereka dengan mengucapkan:"Sesungguhnya kami
akan menyusul kalian."
Permulaan Sakit
Permulaan Sakit
Pada tanggall 28 atau 29 bulan shafar tahun 11
hijriyah (hari senin) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadiri
penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi'. Ketika kembali, di tengah
perjalanan beliau merasakan pusing di kepala beliau shallallahu 'alaihi
wasallam dan panas mulai merambat pada sekujur tubuhnya, sampai-sampai para
sahabat radhiyallahu 'anhum dapat merasakan pengaruh panas pada sorban
yang beliau pakai.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat
bersama para Shahabat radhiyallahu 'anhum dalam keadaan sakit selama
sebelas hari, sedangkan jumlah hari sakit beliau adalah 13 atau 14 hari.
Minggu Terakhir
Minggu Terakhir
Penyakit yang diderita Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam semakin parah, sampai-sampai Beliau bertanya kepada
istri-istrinya,"Di mana (giliranku) besok? Di mana giliranku besok?"
Mereka pun memahami maksudnya, sehingga beliau diizinkan untuk berada pada
tempat yang beliau kehendaki. Kemudian beliau pergi ke tempat 'Aisyah
radhiyallahu 'anha, beliau berjalan dengan diapit oleh al-Fadhl bin
al-Abbas radhiyallahu 'anhuma dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
'anhu sedangkan kepala beliau shallallahu 'alaihi wasallam diikat
dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik 'Aisyah
radhiyallahu 'anha. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
menghabiskan minggu terakhir dari deti-detik kehidupan beliau di sisi 'Aisyah
radhiyallahu 'anha.
'Aisyah membaca mu'awwidzat (surat
al-Ikhlash, al-Falaq, dan an-Naas) dan doa-doa yang dihafalnya dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian meniupkannya pada tubuh
Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam dan mengusapkan tangannya dengan
mengharapkan keberkahan dari hal tersebut
Lima Hari Sebelum Wafat
Hari Rabu, lima hari sebelum wafat, demam
menyerang seluruh tubuh beliau, hingga sakitnya pun semakin parah dan beliau
pingsan karenanya. Ketika sadar belaiu berkata:"Siramkanlah kepadaku tujuh
gayung air yang berasal dari sumur yang berbeda-beda, sehingga aku bisa keluar
menemui para sahabat untuk menyampaikan nasehat kepada mereka."Mereka
mendudukkan beliau di sebuah bejana kemudian menyiramkan kepadanya air tersebut,
hingga beliau berkata, "cukup !cukup!
Pada saat itu beliau merasa membaik, kemudian
masuk ke dalam masjid dalam keadaan kepala diikat dengan sorban berwarna hitam,
lalu duduk di atas mimbar. Beliau berkhutbah di hadapan para sahabatnya yang
berkumpul di sekelilingnya, beliau berkata: "Semoga Allah atas orang-oranh
yahiudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan Nabi-nabi mereka sebagai
masjjid."Dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan:"Semoga Allah membinasakan
orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka sebagai masjid."(HR, Bukhari dan Muwatha' Imam Malik) Kemudian beliau
berkata: "Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai berhala yang
disembah."(Muwatha Imam Malik)
Dan pada saat itu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menawarkan dirinya untuk diqishash (menerima balasan)
dengan berkata:"Barangsiapa yang pernah aku pukul punggungnya, maka inilah
punggungku pukulah ia, dan barangsiapa yang pernah aku lecehkan harga dirinya
maka inilah harga diriku, lecehkanlah ia."
Setelah itu beliau turun (dari mimbar) untuk
melaksanakan shalat Zhuhur, kemudian duduk di atas mimbar dan mengulangi
perkataanya yang pertama, dan yang lainnya. Ada seseorang yang
berkata:"Sesungguhnya engkau memiliki hutang kepadaku tiga dirham."Beliau
berkata:"Bayarkan kepadanya (hutangku) wahai Fadhl".Lalu beliau berwasiat
tentang tentang kaum Anshar:"Aku mewasiatkan kepada kalian tentang kaum
Ansha, sesungguhnya mereka adalah kelompokku dan penolongku. Mereka benar-benar
telah menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada mereka, dan yang tersisa adalah
hak-hak mereka. Maka terimalah kebaikan mereka dan maafkanlah kesalahan
mereka."Di dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallambersabda:"Sesungguhnya manusia itu banyak dan kaum Anshar itu
sedikit, sehingga mereka bagaikan garam pada makanan. Maka barangsiapa di antara
kalian yang memegang t5ampuk kekuasaan yang di dalamnya ia merugikan seseorang
atau menguntungkannya maka terimalah kebaikan dan maafkanlah (kekurangan
mereka)(HR. Bukhari)
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:"Sesungguhnya ada seorang hamba yang diminta untuk
memilih satu dari dua hal oleh Allah, antara diberikan kepadanya segala macam
kemewahan dunia dan kesengannya, atau diberikan kepadanya apa yang ada di
sisi-Nya. Maka ia memilih apa yang ada di sisi-Nya."Abu Sa'id al-Khudri
berkata:"Abu Bakar pun menangis, dan berkata (kepada Rasulullah):"Bapak ibu
kami sebagai tebusan bagimu," sehingga kami heran kepadanya. Para sahabat
radhiyallahu 'anhum berkata:"Lihatlah orang tua ini (Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu)! Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengabarkan tentang seorang hamba yang diberi oleh Allah kesempatan untuk
memilih antara diberikan kepadanya kemewahan dunia atau apa yang ada di
sisi-Nya, malah dia (Abu Bakar) mengatakan:"Bapak ibu kami sebagai tebusan
bagimu".Ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu
sendirilah orang yang diberi kesempatan memilih, sedangkan Abu Bakar adalah
orang yang paling berilmu diantara kami.
Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:
Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:
????? ???? ??????? ???????? ??????? ??? ?????????? ????????? ????? ??????? ?????? ?????? ?????????? ???????? ?????? ?????? ???????????? ????? ??????? ???????? ????????? ??????????? ?????????????? ??? ??????????? ??? ?????????? ???? ?????? ?????? ?????? ??? ????? ?????? ?"??.
"Sesungguhnya orang yang paling banyak
pemberiaannya dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, seandainya aku
boleh menjadikan khalil (kekasih) selain Rabbku (Allah), niscaya aku akan
menjadikan Abu Bakar sebagai khalilku, hanya saja, yang ada adalah persaudaraan
Islam dan kasih sayang karena Islam. Tidak satu pun dari pintu masjid melainkan
ditutup, kecuali pintu Abu Bakar". (HR. Bukhari)
Empat Hari Sebelum Wafat
Pada hari kamis, empat hari sebelum wafat, Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"Kemarilah kalian, aku akan
tuliskan untuk kalian sebuah pesan yang kalian tidak akan tersesat
setelahnya."Pada saat itu ada beberapa sesepuh sahabat di rumah beliau, di
antaranya adalah Umar radhiyallahu 'anhu. Umar radhiyallahu 'anhu
berkata:"Sesungguhnya rasa sakit telah mempengaruhinya (kesadaran Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam), kalian tela memiliki al-Quran, maka
cukuplah al-Quran bagi kalian." Maka terjadilah perselisihan dan
pertengkaran di dalam rumah beliau, di antara mereka ada yang
berkata:"Mendekatlah kalian, agar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menuliskan wasiat untuk kalian." Dan di antara mereka ada yang
berkata sperti perkatan Umar radhiyallahu 'anhu. Ketika mereka semakin
gaduh dan semakin ramai berselisih Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berkata:"Pergilah kalian dariku! .(mutafaqun 'alaihi)
Pada hari itu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mewasiatkan tiga perkara:
Pertama, untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi, Nashrani dan orang-orang musyrik dari Jazirah Arab
Kedua, untuk memberikan penghargaan kepada para utusan (delegasi) sebagaimana yang telah beliau berikan kepada mereka sebeliumnya.
Ketiga, periwayat hadits ini lupa, barang kali wasiat tersebut adalah wasiat untuk berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah, atau wasiat tentang pengiriman tentara Usamah Bin Zaid radhiyallahu'anhuma, atau wasiatnya dalam sabda beliau: "Jagalah shalat dan budak-budak kalian."
Pertama, untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi, Nashrani dan orang-orang musyrik dari Jazirah Arab
Kedua, untuk memberikan penghargaan kepada para utusan (delegasi) sebagaimana yang telah beliau berikan kepada mereka sebeliumnya.
Ketiga, periwayat hadits ini lupa, barang kali wasiat tersebut adalah wasiat untuk berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah, atau wasiat tentang pengiriman tentara Usamah Bin Zaid radhiyallahu'anhuma, atau wasiatnya dalam sabda beliau: "Jagalah shalat dan budak-budak kalian."
Walaupun penyakit yang diderita Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam sangat parah,akan tetapi beliau masih sempat
menunaikan semua shalatnya bersama jama'ah para sahabatnya hingga hari itu,
yakni hari kamis, empat hari sebelum wafat, dan pada hari itu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah menunaikan shalat maghrib bersama
mereka, pada saat itu beliau membaca surat "al-Mursalat." (HR. al-Bukhari
dari Umu Fadhl Bab Sakitnya Nabi)
Pada waktu isya', sakit Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam smakin parah, hingga beliau tidak bisa ke masjid.'Aisyah
radhiyallahu 'anha berkata:"Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertanya:"Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?"Kami
menjawab:"Belum wahai Rasulullah, akan tetapi mereka menunggumu." Beliau
berkata:"Siapkanlah untukku air di bejana." Kami pun melaksanakannya,
kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mandi, ketika hendak
bangkit beliau pingsan, dan tak lama kemudian beliau sadar, dan
bertanya:"Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?." Maka terjadilah
untuk kedua dan ketiga kalinya apa yang terjadi sebelumnya, yakni mandi kemudian
pingsan ketika hendak bangkit. Beliau menyuruh orang supaya Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu menjadi imam. Pada hari-hari tersebut Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu mulai shalat bersama mereka.(hadits mutafaq 'alaihi)
Pada hari-hari itu Abu Bakar radhiyallahu
'anhu telah menjadi imam sebanyak tujuh belas kali waktu shalat selama hidup
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu shalat 'isya pada hari
kamis, shalat shubuh pada hari senin dan lima belas waktu shalat (yang lainnya)
di antara hari-hari tersebut.
'Aisyah radhiyallahu 'anha telah meminta
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiga atau empat kali untuk
memberhentikan AbuBakar menjadi imam, supaya orang-orang tidak merasa pesimis
(merasa sial) dengannya. (untuk lebih jelasnya lihat Shahih al-Bukhari beserta
Fathul Bari hadits ke 4445), akan tetapi beliau menolaknya dan
berkata:"Sesungguhnya kalian (seperti) wanita-wanita yang merayu Yusuf
'alaihissalam, suruhlah Abu Bakar untuk tetap shalat bersama orang-orang
(sebagai imam).(HR.al-Bukhari)
Dalam kisah 'Aisyah ini juga terdapat dalil
tentang kesungguhan dan semangat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
-di sela-sela wasiat beliau yang berharga yang disampaikan kepada para sahabat
yang mulia, dan kepada umat Islam stelah mereka- dalam mengokohkan/menguatkan
Aqidah Islam yang benar, padahal saat itu beliau sedang di ambang perpisahan
dengan para sahabat beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
Tiga Hari Sebelum Wafat
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata:
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata:
???? ????? ??? ???? ???? ???? ??? ???? ????? ??? ?????:? ?(???? ?? ???? ??? ???? ??? ??? ???? ????? ??????)??
"Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda tiga hari sebelum wafatnya beliau:"Ketahuilah tidak boleh
seseorang dari kalian meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Betapa indahnya wasiat beliau ini, dan ini adalah
sesuai dengan hadits qudsi, yang di dalamnya Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
??? ??? ?? ???? ??
"
Aku sebagaimana persangkaan hamba-Ku kepada-Ku"
Dua Atau Sehari Sebelum Wafat
Pada hari sabtu atau hari ahad Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, merasakan penyakit pada dirinya berkurang, beliau keluar dengan
dipapah dua orang untuk menunaikan shalat zhuhur, sedangkan ketika itu Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu tengah melakukan shalat bersama para sahabat (sebagai
imam), ketika Abu Bakar radhiyallahu 'anhu melihat beliau ia bergerak
mundur. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat dengan
kepalanya agar dia tidak mundur, beliau berkata:"Dudukanlah saya di samping
Abu Bakar." Kemudian mereka berdua mendudukkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam disebelah kiri, sehingga Abu Bakar radhiyallahu
'anhu, mengikuti shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
(bermakmum kepada beliau), dan para sahabat mendengar takbir beliau
shallallahu 'alaihi wasallam.
Sehari Sebelum Wafat
Hari ahad, sehari sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan bersedekah dengan
enam atau tujuh dinar yang dimilikinya serta memberikan senjata-senjatanya
kepada kaum muslimin. Di malam harinya 'Aisyah radhiyallahu 'anha,
membawa lampunya kepada seorang tetangga perempuan. 'Aisyah berkata (kepada
perempuan tersebut):"Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu
miliki untuk lampu kami ini."
Pada saat itu baju besi beliau masih tergadaikan kepada orang
Yahudi dengan harga tiga puluh sha' gandum. (HR. al-Bukhari)
Hari Ahad, sehari sebelum wafat, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan
bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang dimilikinya serta memberikan
senjata-senjatanya kepada kaum Muslimin. Di malam harinya 'Aisyah
radhiyallahu 'anha membawa lampunya kepada kepada seorang
tetanggaperempuan. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata
kepadanya:"Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki pada
lampu kami ini."
Baju besi beliau pada saat itu masih tergadaikan
kepada orang Yahudi dengan harga tiga puluh sha' (takaran) gandum.(HR.
al-Bukhari hadits ke 2068,2096,2251 dll)
Hari Terakhir
Hari Terakhir
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu
meriwayatkan bahwa pada saat kaum Muslimin shalat shubuh -pada hari senin dan
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjadi imam mereka, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam secara tiba-tiba mengagetkan mereka dengan
membuka tirai kamar 'Aisyah untuk melihat mereka, sedangkan mereka berada pada
barisan (shaf) shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum
tertawa, maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu pun mundur ke belakang untuk
bergabung dengan shaf, karena mengira bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ingin keluar untuk menunaikan shalat. Anas radhiyallahu
'anhu berkata:"Hampir saja kaum Muslimin tergoda (hingga membatalkan shalat)
karena bahagia dengan munculnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat denga
telunjuknya kepada mereka agar menyempurnakan shalat. Setela itu, beliau masuk
ke kamar dan menurunkan/menutup tirainya. (HR.al-Bukhari bab Sakitnya Nabi
II/640). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mendapati
lagi waktu shalat yang berikutnya.
Ketika beranjak waktu Dhuha, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam memanggil Fathimah radhiyallahu 'anha, kemudian
membisikkan kepadanya sesuatu, dan ia pun menangis.Kemudian memanggilnya lagi
dan membisikkan sesuatu yang lainnya, ia pun tertawa. 'Aisyah radhiyallahu
'anha berkata,'Kami menanyakan (kepada Fathimah) tentang hal itu, yakni pada
hari-hari berikutnya, dan Fathiman radhiyallahu 'anha menjawab:"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam membisikkan keapadaku bahwa bwliau akan
meninggal dunia pada sakit yang beliau derita [pada saat itu, sehingga aku
menangis, dan membisikkan kepadaku bahwa aku yang pertama kali dari keluarganya
yang mengikutinya (meninggal) sehingga aku tertawa."(HR.al-Bukhari II/638). Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam memberikan kabar gembira kepada Fathimah
radhiyallahu 'anha bahwa ia adalah penghulu para wanita di dunia.
(Riwayat lain menyebutkan bahwa dialog dan kabar gembira tersebut terjadi
bukan pada har terakhir hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
tetapi terjadi pada minggu terakhir. Rahmah lil 'Alamin I/282)
Fathimah telah melihat penderitaan berat yang
tengah dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia
berkata:"Betapa menderitanya Engkau wahai ayahku." Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berkata:"Tidak ada cobaan lagi yang akan menimpa ayahmu setelah
hari ini." (HR.Bukhari II/641)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggil
al-Hasan dan al-Husain radhiyallahu'anhuma, kemudian mencium keduanya dan
berwasiat kepada mereka untuk selalu berbuat baik. Selanjutnya beliau memanggil
istri-istri beliau kemudian menasehati mereka dan mengingatkan mereka.
Penyakit Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam semakin parah dan bertambah berat, dan muncul (pada tubuhnya)
pengaruh racun yang pernah beliau makan pada saat perang Khaibar (yaitu racun
yang dimasukkan ke dalam daging kambing yang diberikan kepada baliau), dan
beliau berkata:"Wahai 'Aisyah! Aku masih merasakan sakit (akibat racun)
makanan yang aku makan pada saat perang Khaibar, sehingga pada saat ini aku
merasakan urat nadiku terputus karena racun tersebut."
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
menutupkan pakaiannya ke wajahnya, kemudian membukanya kembali dan berkata di
mana ini merupakan akhir perkataan dan wasiat yang disampaikannya kepada
manusia:"Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasharani, mereka
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid." beliau mengingatkan
akan sesatnya perbuatan mereka,"Tidak boleh ada dua agama di bumi Arab
ini."Kemudian beliau berwasiat kepada manusia, seraya berkata:"Jagalah
shalat! Jagalah shalat!, dan budak-budak kalian (jangan sekali-kali kalian
abaikan)." Beliau mengulang-ulangnya hingga beberapa kali.
Detik-Detik Kematian
Detik-detik kematian telah tiba, 'Aisyah
radhiyallahu 'anha menyandarkan tubuh Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kepadanya, ia berkata:"Termasuk nikmat Allah Subhanahu wa
Ta'ala yang dinerikan kepadaku, adalah bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam wafat di rumahku, di antara paru-paruku dan tanggorokanku,
Allah mengumpulkan antara ludahku dan ludahnya pada saat kematiannya.
Abdurrahman bin Abu Bakar masuk, di tangannya ada sepotong siwak, sedangkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersandar pada tubuhku, aku
melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memandang siwak tersebut
dan aku tahu bahwa ia menyukai siwak, aku berkata kepadanya:"Maukah aku ambilkan
untukmu?." Beliau menganggukkan kepalanya bertanda mengiyakan, kemudian aku
berikan siwak tersebut kepadanya, akan tetapi siwak tersebut sangat keras
baginya, sehingga aku bertanya kepadanya:"Maukah aku lunakkan untukmu?"Beliau
mengisyaratkan dengan kepalanya bertanda mengiyakan, maka aku pun melunakkannya,
kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggosokannya pada
giginya. Di dalam sebuah riwayat lainnya disebutkan, bahwa beliau bersiwak
dengan sebaik-baiknya sebagaimana kita lakukan. Di depan beliau ada sebuah
bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut
kemudian mengusapkannya ke wajahnya kemudian berkata:"Laa ilaaha illallah,
sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat."(HR. al-Bukhari, Shahih Bukhari
bab Sakitnya Nabi II/640)
Tak berapa lama selesai bersiwak, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tangan atau jarinya dan
menatapkan pandangannya kea tap, kedua bibirnya bergerak, dan 'Aisyah
radhiyallahu 'anha mendengarkannya, beliau shallallahu 'alaihi
wasallam berkata:"Bersama-sama dengan orang-orang yang telah Engkau
anugerahi nikmat, yaitu: para Nabi, para shidiiqiin, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang yang saleh. Ya Allah, ampunilah dan kasihanilah aku,
pertemukan aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi, Ya Allah kekasih Yang Maha
Tinggi."(Shahih Bukhari, bab Sakitnya Nabi dan bab Petkataan terakhir yang
diucapkan Nabi II/638,639. 640,641). Beliau mengulangi kalimat yang terakhir ini
tiga kali, kemudian tangannya miring dan beliau pun akhirnya berjumpa dengan
kekasih Yang Maha Tinggi, Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun.
Kejadian ini berlangsung pada saat waktu dhuha
sedang panas-panasnya, yaitu pada hari senin 12 Rabi'ul awwal tahun 11 hijriyah,
umur beliau saat itu telah mencapai 63 tahun lebih empat hari.
Puncak Kesedihan Para Sahabat
Tersebarlah berita yang menyedihkan itu, langit
dan penjuru kota Madinah pun menjadi kelabu. Anas bin Malik radhiyallahu
'anhu berkata:"Aku tidak mendapatkan hari yang lebih indah dan lebih
bercahaya dari pada hari kala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memasuki kota Madinah, dan aku tidak pernah mendapatkan hari yang lebih buruk
dan lebih gelap dari pada hari ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam wafat." (Diriwayatkan oleh ad-Darimi dalam Misykatul Mashabih
II/547)
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam wafat, Fathimah radhiyallahu 'anha berkata:"Wahai ayahku
yang telah memenuhi panggilan Tuhannya, wahai ayahku yang Surga Firdaus menjadi
tempat tinggalnya, wahai ayahku, kepada Jibril 'alaihissalam kami
mengadukan kematian ini."(Shahih al-Bukhari bab Sakitnya Nabi II/641)
SIKAP SAHABAT ATAS WAFATNYA RASULULLAH
Sikap Umar radhiyallahu 'anhu
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu
berdiri dan berkata:"Sesungguhnya beberapa orang dari kaum munafiq
beranggapan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tela wafat!
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu tidak mati, akan
tetapi beliau pergi menemui Rabb/Tuhannya sebagaimana Musa 'alaihissalam
pergi mengahadap Rabbnya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian
akan kembali lagi kepada mereka setelah sebelumnya dikabarkan telah mati. Demi
Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam benar-benar akan kembali
sungguh dia akan memotong tangan dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau
telah mati."(Ibnu Hisyam II/655)
Sikap Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
Sikap Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu datang dengan
menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampung Sanah, kemudian ia turun dan
masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada mereka yang hadir, hingga masuk
ke bilik 'Aisyah radhiyallahu 'anha dan menuju ke tempat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang ditutupi dengan kain lebar. Abu
Bakar radhiyallahu 'anhu membuka wajah beliau, kemudian menundukkan
kepala kepadanya, lalu menciumnya dan menangis. Selanjutnya ia berkata:"Ayah
dan ibuku, sebagai tebusan bagimu Allah tidak akan menyatukan padamu dua
kematian, adapu kematian yang telah ditetapkan oleh Allah atasmu telah engkau
alami."
Kemudian Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
keluar, sedangkan Umar tengah berbicara dengan orang-orang yang hadir di masjid,
Abu Bakar berkata:"Duduklah wahai Umar!" Akan tetapi Umar tidak mau
duduk. Kemudian Abu Bakar membaca kalimat syahadat, sehigga orang-orang
mengerumuninya dan meninggalkan Umar radhiyallahu 'anhu. Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu berkata:"Amma ba'du, barang siapa di antara kalian
yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya beliau telah mati! Dan barang siapa di
antara kalian yang menyembah Allah sesungguhnya Allah itu Maha hidup dan tidak
akan mati. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
????? ????????? ?????? ???????? ???? ?????? ??? ???????? ????????? ??????? ?????? ???? ?????? ???????????? ????? ????????????? ????? ????????? ????? ?????????? ????? ??????? ????? ??????? ??????????? ????? ????????????? {144}
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik
ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun;
dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur".
(QS.Ali-Imran:144)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma
berkata:"Demi Allah! Sungguh seakan-akan para Sahabat pada pada saat itu
tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini, kecuali setelah Abu
Bakar radhiyallahu 'anhu membacanya, kemudian semua orang mendengarnya
dari Abu Bakar, dan aku tidak mendengar seorang pun dari manusia kecuali ia
membacanya."
Ibnul Musayyib rahimahullah berkata, Umar
radhiyallahu 'anhu berkata:"Demi Allah! Tidaklah aku mendengar Abu
Bakar radhiyallahu 'anhu membacanya, kecuali aku tercengang hingga kedua
kakiku tak mampu lagi menyanggaku, kemudian aku terjatuh ke tanah pada saat ia
membacanya, pada saat itu baru aku menyadari bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah wafat
Tangisan Ummu Aiman Atas Wafatnya
Rasulullah
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia
berkata:"Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu
Bakar radhiyallahu 'anhu berkata kepada 'Umar radhiyallahu
'anhu:'Mari kita pergi menemui Ummu Aiman radhiyallahu 'anha (beliau
adalah pengasuh dan pembantu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat
beliau masih kecil), untuk mengunjunginya, sebagaimana dulu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengunjunginya.'Ketika kami menjumpainya,
(kami dapati) Ummu Aiman radhiyallahu 'anha sedang menangis. Lalu
keduanya (Abu Bakar dan 'Umar radhiyallahu'anhuma) bertanya:'Apa yang
membuatmu menangis? Bukankah apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?' Ummu Aiman radhiyallahu
'anha menjawab:'Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada di
sisi Allah itu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
namun akau menangis karena turunnya wahyu dari langit telah terhenti'.Ternyata
ucapan tersebut telah memancing keduanya untuk ikut menangis. Lalu keduanya pun
ikut menagis bersamanya. Dalam kesempata ini penulis mengatakan:
Wahai Ummu Aiman .engkau menangis, sedangkan kami
Bersenang-senang dan bersenda gurau tanpa
kesopanan
Engkau tidak menyaksikan hadits- hadits dipalsukan
dan didustakan
Engkau tidak sempat mendengar kan lagu dan
alat-alat musik dialunkan
Engkau tidak menyaksikan arak- arak diminum, atau
zina dilakukan
Engkau tidak melihat bencana yang telah menimpa
kami
Engkau tiak melihat berbagai hawa nafsu dan bid'ah
yang menyesatkan
Seandainya bukan karena kematianmu niscaya engkau
Akan menyaksikan dari kami hal yang mengherankan
Engkau tidak mengetahui ulah musuh dan antek-antek
mereka
Inilah kami, bertekuk lutut di hadapan kaum Yahudi
Hatiku terbakar karena terpecahnya persatuan kami
Semua urusanmu, wahai ummatku layaknya sebuah
permainan
]Demi Allah, tangisan itu tidak mengenali jalan
kami
Meskipun dipaksa untuk menangis namun tangisan itu
tidak mempunyai kaitan dengnnya
Musyawarah di Saqifah Bani Sa'idah
Ibnu Ishaq meriwayatkan, bahwa Umar bin Khathab ra. berkata,
'Sesungguhnya, di antara berita mengenai kami ketika Allah mewafatkan Nabi-Nya
saw. ialah tentang kaum Anshar yang berselisih pendapat dengan kami. Mereka
berkumpul dengan para pembesarnya di ruang pertemuan (saqifah) Bani Sa'idah. Di waktu itu, Ali bin Abu Thalib dan Zubair bin Awwam
serta orang-orang yang menyertai mereka berdua tidak ikut hadir bersama kami,
sedangkan kaum Muhajirin berkumpul di tempat Abu Bakar. Aku berkata kepada Abu
Bakar, 'Marilah kita berangkat kepada saudara-saudara kita kaum Anshar
itu.'
Kami pun berangkat dengan diikuti kaum Anshar yang
shaleh. Kedua orang itu menuturkan kepada kami apa yang sedang dirundingkan oleh
orang-orang itu, lalu bertanya, 'Hendak ke manakah kalian, hai orang-orang
Muhajirin?'
Kami menjawab, 'Kami hendak menemui saudara-saudara kita
kaum Anshar itu.'
Kedua orang itu berkata, 'Kalian tidak perlu ke sana.
Janganlah kalian dekati mereka, hai kaum Muhajirin. Urusi saja urusan
kalian.'
Tapi tetap saya katakan , 'Demi Allah, kami harus
mendatangi mereka.' Karena itu, kami terus jalan, hingga sampailah kami ke
Saqifah Bani Sa'idah. Ternyata, di tengah mereka di tengah ada seorang lelaki
yang berselimut. Kami pun menanyakannya, 'Siapa ini?' Mereka menjawab, 'Sa'ad
bin Ubadah'.
'Kenapa dia?' tanyaku pula. Mereka katakan, 'Dia sedang
sakit'.
Tatkala kami telah duduk, tampillah juru bicara mereka, lalu
disanjungnya Allah dengan sanjungan yang sepatutnya, kemudian berkata,
'Amma ba'du, kami adalah para penolong Allah dan pasukan Islam, sedangkan kalian,
hai kaum Muhajirin, adalah salah satu regu dari pasukan kami. Memang,
serombongan dari kalian telah mengikuti perjalanan
kami.'
Ternyata, mereka memang hendak mendesak kami dari tempat
kami yang asli dan hendak merampas urusan ini dari kami. Tatkala juru bicara itu
diam, sesungguhnya aku hendak berbicara karena dalam hatiku, aku pun telah
menyusun kata-kata yang aku kira cukup indah. Aku ingin mengutarakannya di
hadapan Abu Bakar. Aku memang sudah pernah membujuknya agak keras mengenai
masalah ini, tapi Abu Bakar berkata, 'Tenanglah hai Umar'. Karena itu aku tidak
ingin membuatnya marah.
Akhirnya, Abu Bakarlah yang berbicara dan dia memang
lebih alim dan lebih khusyuk dariku. Demi Allah, dia tidak melewatkan satu kata
pun yang aku anggap baik, yang telah aku susun dalam hatiku tadi. Semuanya itu
dia katakan begitu lancar, atau seperti itulah, dan lebih baik lagi, hingga
akhirnya dia berhenti bicara.
Dia berkata, 'Apa yang kalian katakan mengenai kebaikan
yang ada pada diri kalian, itu memang benar. Akan tetapi, seluruh bangsa Arab
takkan mengakui urusan ini kecuali sebagai milik kabilah Quraisy ini. Mereka
adalah kabilah Arab paling unggul, baik nasab maupun negerinya. Sesungguhnya,
aku telah rela untuk kalian, salah seorang dari kedua orang ini. Karenanya,
berbai'atlah kalian kepada mana saja dari keduanya yang kalian suka, 'demikian
kata Abu Bakar sambil memegang tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin Jarrah,
sedangkan dia sendiri duduk di antara kami berdua.
Akhirnya, terjadilah kegaduhan dan terdengarlah
teriakan-teriakan keras sehingga saya khawatir akan terjadi perkelahian. Karena
itu, saya katakan, 'Rentanglah tanganmu, hai Abu Bakar'. Dia pun merentangkan
tangannya, lalu aku berbai'at kepadanya. Selanjutnya, orang-orang Muhajirin pun
berbai'at kepadanya. Selanjutnya, disusul pula oleh orang-orang Anshar, mereka
berbai'at kepada Abu Bakar".
Diriwayatkan pula dari Anas bin Malik ra., "Setelah Abu
Bakar dibai'at di Saqifah, esok harinya, dia duduk di atas mimbar. Bangkitlah
Umar dan berbicara dengan menghadap kepada Abu Bakar. Dipujinya Allah dan
disanjungnya dengan pujian dan sanjungan yang sepatutnya, kemudian dia berkata,
'Hai manusia, sesungguhnya aku telah mengucapkan kepada kalian suatu kata-kata
kemarin, yang tidak saya temukan dalam Kitab Allah dan bukan pula merupakan
suatu janji yang pernah dijanjikan kepadaku oleh Rasulullah saw. Tetapi saya
benar-benar yakin bahwa Rasulullah saw. sebenarnya hendak mengatur juga urusan
kita ini. Sesungguhnya, Allah pun telah membuat Kitab-Nya tetap berada di tengah
kalian, yang dengan itu Allah dan Rasul-Nya telah memberi petunjuk. Jadi, jika
kalian berpegang teguh dengannya, niscaya Allah memberimu petunjuk kepada apa
yang telah Dia tunjukkan kepadamu. Dan sesungguhnya, Allah telah mempersatukan
pendapat kalian atas seorang yang terbaik di antara kalian, yaitu sahabat
Rasulullah saw., yang merupakan salah satu dari dua orang bersahabat tatkala
keduanya berada dalam sebuah gua. Karena itu, bangkitlah kalian dan berbai'atlah
kepadanya'.
Atas anjuran Umar itu, orang-orang pun berbai'at kepada
Abu Bakar secara lebih umum, setelah dia dibai'at di Saqifah
kemarin."
Wafatnya Rasulullah saw. adalah cobaan terbesar yang
dialami masyarakat Islam pertama dalam hidup mereka. Cobaan yang pertama mereka
derita di Uhud dan paling berat adalah tentang kematian Nabi saw. Allah Ta'ala
berfirman,
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat
atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke
belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". (QS.
3:144)
Tak pernah terpikir dalam benak kaum mukminin bahwa gelombang
kemurtadan itulah yang menjadi tafsiran nyata dari kata-kata "berbalik kebelakang" pada ayat tersebut. Akan tetapi, besarnya cobaan ini melanda perasaan
orang Islam justru pada saat ia merasa tenang bahwa pimpinannya adalah Rasul
Allah Pemelihara alam semesta, dan bahwa pemimpin itu adalah junjungan anak cucu
Adam, sehingga tidak ada sesuatu yang perlu dicemaskan atau dikhawatirkan
sesudah itu.
Demikianlah pengaruh dari pembinaan yang agung dan iman
yang mantap. Ia tampak nyata pada saat terjadinya cobaan-cobaan terbesar, yang
menggoncangkan hati para pahlawan dan para tokoh besar, manakala prinsip telah
terpisah dari tokoh besar itu. Dengan pembinaan yang baik dan keimanan yang
mantap, prinsip itu akan tetap lekat dan prinsip itulah yang menjadi perekat
umat. Pada contoh ini, sekalipun al-Faruq al-akbar Umar Ibnul Khaththab ra.
tidak tahan terhadap benturan yang teramat dahsyat yaitu wafatnya Nabi saw.,
namun Abu Bakar ash-Shiddiq ra. ternyata masih mampu menghindarkan kaum muslimin
dari bencana terbesar, sehingga Islam masih tetap asli selama lima belas abad
sampai kini, sebagai agama tauhid.
Akhirnya, terjadilah pertemuan itu di antara kaum
Muhajirin dan kaum Anshar, di mana kaum Anshar berpendapat bahwa mereka lebih
berhak memimpin negara sepeninggal Rasulullah saw. karena Madinah memang negeri
mereka dan Nabi saw. hanyalah pendatang yang berlindung kepada mereka serta
telah memilih mereka sebagai pelindung, tidak memilih kabilah lain mana pun di
muka bumi. Dengan demikian, berarti kaum Muhajirin hanya pengikut
mereka.
Demikianlah kata kaum Anshar dan alasan mereka.
Sementara itu pendirian kaum Muhajirin adalah didasarkan pada alasan bahwa Nabi
saw. itu dari kaum Quraisy, padahal seluruh bangsa Arab hanya mau tunduk kepada
kaum Quraisy karena merekalah para perawat dan pemelihara Baitullah
al-Haram.
Untuk memperoleh perimbangan antara dua pendirian tersebut, setelah
mendengar alasan yang disampaikan oleh masing-masing pihak, muncullah solusi
kedua, "Dari kami ada seorang Amir dan dari kalian ada pula seorang
Amir." Akan tetapi, pendapat ini
ditolak oleh kaum Muhajirin, melebihi usulan mereka yang pertama, karena
tidaklah mungkin ada dua pedang berkumpul dalam satu sarung. Karena itulah, Abu
Bakar menjawab kepada mereka, "Hai sekalian kaum Anshar, sesungguhnya kalian telah menjadi
orang-orang yang pertama-tama memberi pertolongan. Karenanya, janganlah kalian
menjadi orang-orang yang pertama-tama mengganti dan
mengubah."
Ternyata kata-kata Abu Bakar ini sangat efektif,
melebihi ketajaman pedang. Kata-kata ini telah berhasil mengembalikan kesadaran
kaum Anshar bahwa mereka adalah para penolong Allah dan Rasul-Nya, maka
mengapakah tidak rela menjadi para penolong khalifah beliau
sepeninggalnya?
Kenyataannya, Rasulullah saw. sebelum wafatnya memang
pernah berwasiat mengenai kaum Anshar ini,
???????????? ??? ??????????? ??????????? ???????? ?? ??????????, ??
??? ??????? ??????? ?????????? ?? ??????
??????? ?????? ???????????? ???? ????????????, ?? ???????????? ????
????????????.
"Aku wasiatkan kepada kalian, (berbuat baiklah)
kepada kaum Anshar karena mereka itu (seumpama) perutku dan koporku. Mereka
telah menunaikan kewajiban mereka. Jadi, mereka tinggal menerima haknya. Maka,
terimalah (kebaikan) orang yang berbuat baik dari kalangan mereka dan maafkan
(kesalahan) orang yang berbuat kesalahan dari kalangan
mereka
Kaum Mujahirin menangkap isyarat bahwa wasiat yang
berkenaan dengan kaum Anshar ini mengandung arti bahwa sampai kapan pun mereka
akan tetap menjadi para penolong, sebagaimana dinyatakan dalam riwayat
lainnya,
????? ???????? ????????????, ?? ??????? ???????????? ??????
??????????? ??????????? ??? ??????????.
"Sesungguhnya, manusia semakin banyak, tapi kaum
Anshar justru berkurang, sehingga akhirnya menjadi seperti garam dalam
makanan."
Selanjutnya, dilakukanlah langkah ketiga yang lebih
tegas, yaitu ajakan Abu Bakar ra. untuk membai'at salah seorang dari dua
laki-laki. Tetapi yang terjadi kemudian, pembai'atan justru berbalik kepada
dirinya sendiri. Dia dibai'at oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara
terbatas di Saqifah, kemudian dibai'at lagi secara luas di
masjid.
Sesungguhnya, pemilihan khalifah yang terselenggara
begitu cepat, hanya beberapa saat saja sesudah wafatnya Nabi saw., jelas-jelas
menunjukkan betapa kokohnya masyarakat Islam di waktu itu dan betapa sentosa
serta kuatnya persatuan mereka. Karenanya, perlu diingatkan di sini bahwa
semakin lemah dan tercabik-cabiknya suatu masyarakat akan membuat pemilihan
pemimpin semakin sulit dan rumit. Memang, dapat kita saksikan di berbagai cabang
gerakan bersenjata Islam, setelah diguncangkan oleh cobaan besar, pimpinan yang
terpilih harus menghadapi berkali-kali terpaan angin kencang, yakni menghadap
sikap-sikap tegang, bahkan di dalam tempo dua tahun berturut-turut pimpinan ini
jatuh sampai empat kali.
Kalau kedua contoh tersebut kita bandingkan satu sama
lain, akan kita rasakan betapa pentingnya kesatuan, persatuan, dan jalinan yang
kuat dari suatu masyarakat, sehingga tidak mudah
dicerai-beraikan.
Mempersiapkan dan Melepas Kepergian Jasad Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam Yang Mulia.
Telah terjadi perselisihan dalam masalah
kekhilafahan, sebelum mereka, para Sahabat radhiyallahu'anhum mengurus
jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga berlangsung
dialog, diskusi, perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar di Saqifah kebun
Bani Saa'idah, dan akhrinya mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu sebagai kahalifah. Dan hal ini berlangsung sepanjang
hari senin hingga masuk waktu malam, kemudian mereka sibuk mengurusi jenazah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, hingga akhir malam (malam
selasa) mendekati shubuh jasad beliau yang diberkahi masih berada di kasur
tertutup kain, dan pintunya ditutup bagi orang lain kecuali keluarganya.
Hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas
pakaiannya, orang-orang yang memandikannya adalah Al-'Abbas, Ali, al-FAdhl bin
al-Abbas, Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, Usamah bin Zaid dan Aus bin Khouli radhiyallahu'anhum.
Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad belau, sedangkan Usamah dan
Syaqran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus yang
menyandarkan beliau ke dadanya.
Beliau dibasuh dengan air dan bidara tiga kali
basuhan, dan dimandikan dengan air dari sebuah sumur yang bernama al-Ghars milik
Sa'd bin Haitsamah di Kuba' yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah meminum air dari sumur tersebut.(lihat Thabaqat Ibnu Sa'd II/277-281)
Kemudian mereka mengkafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna putih, terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka memakaikan kafan tersebut kepada beliau satu persatu secara berlapis.
Kemudian mereka mengkafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna putih, terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka memakaikan kafan tersebut kepada beliau satu persatu secara berlapis.
Mereka bersellisih tentang tempat pemakamannya,
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata:"Sesungguhnya aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Tidaklah seorang Nabi
wafat, kecuali dikubur di tempat ia wafat." Maka Abu Thalhah mengangkat
kasur yang dipakai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada saat
meninggal, kemudian ia menggali tanah yang ada di bawahnya, dan membentuk liang
lahad.
Orang-orang memasuki kamar secara bergantian
sepuluh-sepuluh. Mereka menshalatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam secara sendiri-sendiri tanpa ada seorang pun yang mengimami mereka.
Pertama kali yangmenshalatka adalah keluargany, kemudian orang-orang Muhajirin,
setelah itu orang-orang Anshar. Para wanita menshalatkannya setelah kaum pria,
setelah itu anak-anak kecil, atau anak-anak kecil dahulu kemudian para wanita.
Hal itu berlangsung pada hari selasa dan terus
berlaluhingga tiba malam Rabu, 'Aisyah radhiyallahu 'anha
berkata:"Kami tidak mengetahui berlangsungnya pemakaman Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam kecual setelah kami mendengar suara cangkul
di tengah malam."Di dalam sebuah riwayat disebutkan "pada akhir malam
Rabu.
Wafatnya Rasulullah Adalah Musibah Terbesar
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma dan
Sabith al-Jumahi radhiyallahu 'anhu mereka berkata:"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(( ??? ???? ????? ?????? ???????????? ??,????? ???? ???????))
"Apabila salah seorang di antara kalian ditimpa
musibah, maka hendaknya ia mengingat musibah yang ia alami dengan (wafatnya)
diriku. Karena sesungguhnya wafatku adalah musibah yang paling besar."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad, ad-Darimi dan lainnya. Hadits ini shahih
dengan dukungan/penguat hadits-hadits yang lainnya sebagaimana disebutkan dalam
ash-Shahihah no.1106)
Melalui hadits di atas, jelaslah bagi kita bahwa
wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah musibah terbesaryang
telah terjadi dan akan terus dialami oleh seluruh ummat Islam. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam meminta kita untuk mengingat kembali atas
wafat dan kepergian beliau pada saat kita mengalami musibah, karena dengan cara
demikianlah segala musibah yang kita alami akan terasa ringan.
Tidak seorang pun kekasih, orang yang kita cintai,
kerabat, atau sahabat pergi meninggalkan kita, melainkan hati kita akan
merasakan sakit dan pilu karena berpisah dengannya. Namun, pernahkah kita
merasakan hal tersebut pada saat kita merasakan kepergian dan wafatnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Bagaimana seandainya seseorang kehilangan seluruh
anggotakeluarganya? Saat itu hatinya terasa terbakar dan pilu, dan air matanya
melahirkan kesedihan. Lalu, tidak lama kemudian ia menikah lagi, dan beberapa
tahun setelah itu salah seorang anaknya (dari istri kedua) meninggal kedua.
Bagaimana kiranya kesedihan dan kepiluan hatinya jika dibandingkan dengan
musibah pertamanya? Bukankah kesedihan tersebut terasa lebih ringan dan musibah
yang ia hadapi terlihat lebih kecil?
Demikianlah seharusnya kita menghibur diri kita
tiap kalli diuji dengan musibah, yaitu dengan mengingat musibah wafatnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah berpesan kepada kita dengan
sabdanya:
?? ???? ?????????? ??? ?? ?????-???? ????????-???? ????????????? ??????? ?? ?? ??????? ???? ????? ????????? ???? ?? ???? ?? ???? ?????? ???? ??? ???? ?? ??????.
"Wahai sekalian manusia, barang siapa di antara
kalian-atau di antara orang-orang yang beriman- ditimpa musibah, maka hendaklah
ia menghibur dirinya dengan mengingat musibah wafatku, dibandingkan dengan
musibah lain yang menimpa dirinya. Karena sesungguhnya seseorang dar umatku
tidak akan ditikpa musibah yang lebih besar dari pada musibah atas wafatnya
diriku. (HR. Ibnu Majah, dai 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Shahih Sunan
Ibnu Majah no.1300)
Seandainya kita merenungi kalimat ??????
(hendaknya dia menghibur diri), niscaya kita akan menemukan obat dan penyembuhan
padanya, dan sesungguhnya kalimat tersebut adalah rangkaian huruf-huruf yang
dapat mengobati jiwa yang sedang duka. Bagaimana seandainya seseorang kehilangan
kedua orang tua tercintanya dalam sebuah kecelakaan mobil, misalnya? Bukankah
dampak dari musibah tersebut akan terus ada dalam hatinya sepanjang masa?
Bagaimana seandainya ia kehilangan ibunya atau istrinya atau anaknya? Lalu,
bagaimana dengan diri kita yang telah ditimpa musibah wafatnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam namun kita tidak merasakannya?
Sesungguhnya musibah ini harus dianggap sebagai
musibah yang besar, terlebih setelah kita mendengar sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam:
)) ?? ???? ????? ??? ???? ??? ???? ?? ???? ?????? ?????? ?????? (( ????? ????????????
"Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara
kalian, hingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, bapaknya dan manusianya."
(HR.al-Bukhari no.15 dan Muslim no. 44)
Seolah-olah makna yang nampak dari redaksi di atas
adalah:"Tidaklah sempurna keimanan seseorang di antara kalian hingga musibah
wafatnya diriku menjadi lebih besar baginya daripada musibah yang menimpa
dirinya karena kehilangan anaknya, kedua orang tuanya atau manusia seluruhnnya".
Di manakah rasa sedih itu kini berada? Dan di
manakah-Demi Rabb kalian- kedukaan itu kini bersemayam? Begitulah seharusnya
perasaan seorang Mukmin sejati. Sesungguhnya penulis melihat bahwa kepergian
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah salah satu musibah dalam agama.
Siapa pun yang pergi meninggalkan Anda, sesungguhnya semua itu lebih ringan bila
dubandingkan dengan kehilangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
bersabarlah atas setiap musibah, dan tegarlah.
ketahuilah sesungguhnya tiap jiwa tidak akan abadi.
jika engkau ingin menghibur dirimu dengan sebuah musibah.
maka ingatlah musibahmu atas wafatnya Nabi.
Pernahkan engkau kehilangan ibu? Apakah engkau selalu ingat saat ia wafat -yaitu ketika engkau meratapinya- bahwa ia telah mengeluarkanmu dari gelapnya alam rahim kepada terangnya dunia, dan ia telah memelihara sertya merawat dirimu?
bersabarlah atas setiap musibah, dan tegarlah.
ketahuilah sesungguhnya tiap jiwa tidak akan abadi.
jika engkau ingin menghibur dirimu dengan sebuah musibah.
maka ingatlah musibahmu atas wafatnya Nabi.
Pernahkan engkau kehilangan ibu? Apakah engkau selalu ingat saat ia wafat -yaitu ketika engkau meratapinya- bahwa ia telah mengeluarkanmu dari gelapnya alam rahim kepada terangnya dunia, dan ia telah memelihara sertya merawat dirimu?
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
menyelamatkan dirimu -melalui dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam- dari gelapnya kesesatan menuju cahaya petunjuk/hidayah dan tauhid.
Dan hal ini -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- merupakan pertolongan
begimu agar selamat dari kehidupan yang kekal di Neraka. Apakah dengan air susu
ibumu, kasih saying juga kelembutannya engkau dapat terselamatkan dari kehidupan
yang kekal di Neraka?
Demi Allah, seandainya saya (penulis) mempunyai
seribu orang ibu yang menyayangi dan mengasihi seperti halnya ibu kandung saya
sendiri, kemudian mereka semua meninggal dunia dalam satu hari yang sama,
niscaya kesedihanku atas kepergian mereka tidak akan melebihi kesedihanku atas
wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Apakah engkau pernah kehilangan seorang anak?
Apakah tangisanmu atas kepergiannya semakin menjadi-jadi ketika engkau teringat
kepada bantuan dan pertolonganya, serta kasih saying dan baktinya? Sebesar
apapun semua itu, namun ia tidak akan dapat mencapai apa yang telah
dipersembahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang -dengan
izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- membuat kita dapat masuk Surga yang
luasnya seluas langit dan bumi, dan di dalamnya kita akan hidup abadi serta
memperoleh segala kenikmatan.
Kita memperoleh kebahagiaan dengan adanya bantuan
anak-anak kita dan kasih sayang mereka pada tahun-tahun yang lalu. Akan tetapi,
kenikmatan Surga itu tidak ada batas dan akhirnya. Lalu tidakkah wafatnya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam lebih berhak membuat kita sedih dibandingkan
dengan kematian orang selain beliau? Bukankah hal itu lebih pantas untuk kita
ingat dari pada mengenang mereka yang telah meninggalkan kita, baik anak-anak,
keturunan, maupun orang-orang yang kita cintai
Sanggahan terhadap orang yang mengatakan bahwa
wafatnya Nabi bukanlah suatu musibah, sebab Al-Qur'an dan As-Sunnah sudah berada
di tangan kita
Mereka mengatakan:"Inilah Kitabullah yang mulia,
dan inilah Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang suci, lalu
apa yang harus kita khawatirkan dari wafatnnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam?
Pertanyaan seperti ini telah dijawab sendiri oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Mari kita simak jawabannya: Dari
Zaid bin Labid radhiyallahu 'anhu, ia berkata:"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyebutkan sesuatu. Beliau
bersabda:' Hal itu akan terjadi di saat ilmu mulai menghilang.'Aku bertanya:'
Wahai Rasulullah, bagaimana ilmu itu bisa hilang, sedangkan kami membaca
al-Qur'an, membacakannya kepada anak-anak kami, lalu anak-anak kami
membacakannya kepada anak-anak mereka sampai hari Kiamat?! Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:'Semoga ibumu kehilangan
dirimu! Sesungguhnya aku dulu mengira bahwa engkau termasuk orang yang
paling faqih di Madinah. Bukankah orang Yahudi dan Nashrani juga membaca kitab
Taurat dan Injil? Akan tetapi, mereka tidak mengamalkan sedikitpun yang ada di
dalamnya!'"(HR. At-Tirmidzi. Ahmad, dan Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibnu Majah
3272 dan yang lainnya)
Maksud perkataaan 'Semoga ibumu kehilangan
dirimu!, redaksi seperti ini biasa diucapkan untuk menunjukkan keheranan
terhadap sesuatu, bukan untuk mendoakan keburukanbagi orang yang sedang diajak
berbicara.
Di hadapan kita memang ada Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Akan tetapi di manakah kini
pengamalan terhadap keduanya? Di manakah upaya untuk mendakwahkannya? Bahkan, di
manakah ilmu yang benar sebelum beramal dan berdakwah itu berada? Jadi,
sebenarnya tidak ada tempat untuk pernyataan semacam ini, tidak ada sedikitpun
kebenaran yang lahir dari perkataa, seperti ini.
Ummat ini telah ridha menjadikan Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul, pemimpin, panglima,
hakim dan pendidik. Namun, siapakah panglima yang dapat menyatukan ummat saat
ini? Seandainya kita tahu bagaimana kehidupan dunia ini semasa hidup Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, dan bagaimana kehidupan tersebut berubah
seperti saat ini! Pada masa beliau terdapat kemuliaan, kejayaan dan keluhuran,
sedangkan saat ini kita berkubang dalam kegelapan. Kita mengharapkan belas kasih
dari ummat-ummat yang besar; dan takut apabila mereka menindas dan menghancurkan
kita.
Berita di dalam surat kabar selalu berbicara
tentang segala yang menimpakita; pembinuhan, penjajahan, peperangan, perbudakan,
konspirasi, dan berbagai macamrekayasa untuk menyerang ummat ini.Fanatisme
kelompok yang dibenci bermunculan menggerogoti ummat, dan setiap kelompok merasa
bangga dengan apa yan mereka miliki.
Dengan mengatasnamakan Islam, Agama ini, para
ulama, dan para da'I diserang. Dengan mengatasnamakan Ahlul Bait keluarga Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dicaci maki. Keyakinan orang semakin
beraneka ragam, saling berselisih, bertentangan, dan berbenturan. Orang yang
menginginkan Surga semakin sedikit, sedangkan pemburu Neraka semakin bertambah
jumlahnya.
Hadits yang datang dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam didustakan, sehingga untuk membedakan antara yang shahih
(kuat) dan yang dha'if (lemah) menjadi sesuatu yang sulit dilakukan orang.
Sementara itu, menyelisihi hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menjadihal yang mudah dilakukan oleh setiap orang yang menuruti hawa nafsunya.
Perbuatan bid'ah disucikan, seolah-olah ia
merupakan pilar agama dan salah satu rukun islam! Orang yang berpegang kepada
as-Sunnah dianggap sebagai pelaku bid'ah, sedangkan pelaku bid'ah dianggap
sebagai pejuang Sunnah! Otak-otak yang merekayasa dan merencanakan maker semakin
banyak. Islam ditunggangi olah para budak nafsu dan perkara-perkara yang syubhat
(samar). Orang yang santun (sabar) pun kebingungan dan kacau pikirannya.
Antara kita dengan pemahaman yang benar terbentang
padang sahara tandus yang membuat leher-leher setiap binatang tunggangan
teputus. Seandainya seorang Khatib atau pemberi nasihat mengatakan kepada
kita:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda", maka kita
dituntut untuk mencaritahu keabsahan hadits tersebut, padahal kita tidak tahu,
apakah kita akan bertemu dengan orang yang dikaruniai oleh Allah parameter yang
benar dan teliti tentang ilmu ini ataukah tidak.
Apabila ternyata hadits itu shahih-namun sangat
disayangkan, hanya sedikit darinya yang shahih-maka kita pun masih dituntu untuk
memahami kandungannya dan segala apa yang dimaksudkannya. Kita juga masih harus
menyelami lautan ilmu Ushul Fiqh agar kita keluar ketepiannya dengan
membawa hasil (kesimpulan hukum), di samping juga dengan berpetualang di dunia
bahasa (Arab) dan segala perbedaan serta pendapat-pendapat ulama ahli bahasa
yang ada di dalamnya.
Lalu, ketika kita telah menyelesaikan tahap ini
dan itu dengan aman, ternyata kita lupa untuk mengamalkan apa yang telah kita
ketahui tersebut. Kita hanya diam dan tidak mendakwahkan sesuatu yang seharusnya
kita dakwahkan. (kecuali bagi orang yang mendapatkan rahmat dari Allah, namun
sedikit orang seperti mereka)
Bukankah semua musibah dan beban ini muncul
sebagai salah satu akibat dari wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam?
Bukankah ini merupakan salah satu dampak dari
wafatnya Sahabatnya radhiyallahu'anhum?
Bukankah ini semua merupakan akibat dari tidak
diamalkannya Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam
?
0 komentar:
Post a Comment